Kupu-kupu (Cuplikan Cerita)

|

Episode Pertama

Kedatanganmu selalu saja
mengetuk pintu hidup.
Hinggap di jendela
dan rterbang memutari rumah.

Halaman pun tak berhenti
merindukan datangmu.
“Salam untuk kekasih
yang pulang dari negeri jauh.”
Dan kau pun menjengukku:
mengembalikan usia
yang pernah
kutumpangkan di setiap simpang.

Namun, usia itu menagih
tanggungjawabku
yang telah menelantarkannya.
“Maaf, aku tak dapat lagi
membayar waktu
yang pernah kupinjam.
Usiaku tinggal sedikit.
Dan, ah…,
mengapa aku
sampai lupa menabungnya?”

Kini kaudatang,
tak lagi sudi menjadi tamu.
Hinggap di pintu,
membawa usia
yang selalu meminta
pertanggungjawabanku.

Payakumbuh, 2006



Episode Kedua

Engkau yang bernama kupu-kupu,
mengapa bersarang di batinku?
Tetapi tak apalah…,
mungkin hatiku seperti ladang bunga.

Bunga-bunga di batinku
telah layu semua.
Ah, mengapa kau
menghisapnya serakus itu?

Engkau yang bernama kupu-kupu,
mengapa tak hadir sebagai tamu?
Meyemarakkan ladang bungaku
dan menari-nari di celah kalbu?

Engkau kupu-kupu
yang tak dapat kutangkap
meski bersarang di batinku.
Tetapi, mengapa saja
kau mengelak
untuk menjadi tamu?

Payakumbuh, 2006



Episode Ketiga


Dialah yang datang
sejak berabad-abad yang lalu.
“Jangan kaubunuh,
waktu menuliskan kisahmu
di kedua sayapnya.”
Dan si Tamu membagi-bagikan sayap
kepada waktu.
“Tidak! Di sini bukan ladang bunga.
Sebab dari lamanya usia,
kami telah terbunuh karena menunggu.
Kembalilah!
Kami tak memerlukan lagi kisah itu.”
Lalu si Tamu kembali ke pintu.
“Mungkin kau butuh kisah
dalam penerimaan itu:
tempatku nginap di batinmu,
menampung keluhmu di sayapku.
Tetapi aku tak ingin melihatmu:
menunggu kisah
yang entah
keberapa kalinya kau terbunuh.”
Si Tamu pun meninggalkan pintu,
meninggalkan waktu,
yang kelak
akan datang di hari ulang tahunmu.

Payakumbuh, 2006



Episode Keempat

Setiap kali hinggap,
aku tidak membawa duka ke pintu.
“Dunia masih diwarnai pesta
—seperti sayapku,”
dan kupu-kupu tidak berhenti
untuk dapat menjadi tamu.
“Tetapi kedatanganmu
mengubah cuaca di ladangku.
Bukankah kisah itu
menyempitkan ruang
bagi bungaku
yang sedang tumbuh?”
Maka kupu-kupu pun
tak juga menginap
di belahan kalbu.
“Bagaimana kau izinkan aku
piknik di ladangmu?”
namun kupu-kupu
tetap singgah di batin itu
dan tak pernah menjadi tamu.

Payakumbuh, 2006

0 komentar:

Posting Komentar

 

©2009 HALAMAN INDONESIA | Template Blue by TNB