Naga

|

(1)
Ketika kanak, pernah kau bertanya, menduga-duga,
“Sebab apa sawah-sawah dilahap banjir?”
“Semalam naga melewati sawah-sawah. Tubuhnya yang besar
menahan air. Ketika naga pergi, air masih menggenang di sawah-sawah,”
cerita entah siapa, kau tak mengenalnya. Kau pun lalu tidur, mendengkur,
melanjutkan mimpi (sesekali guntur?) bersama naga-naga.

(2)
Ketika banjir susut, bermainlah ia ke sawah-sawah. “Hei!
Ada tai naga!” katanya. Terlihatlah sebongkah entah
menggumpal kisut, di tengah sawah.

(3)
Sewaktu gempa, orang-orang akan memukul apa saja
“Kalau tak ada kaleng batu pun jadi,” kata mereka.
Selesai gempa, bertanyalah ia kepada temannya,
“Kenapa kita harus memukul-pukul?”
“Agar naga yang tidur dalam tanah tak jadi bangun,” bilang temannya.

(Sewaktu gempa) Tingtangtingtung tingtangtingtung tingtangtingtung
“Wah, di atas ada manusia kiranya,” kata naga.
Naga kembali pada tidurnya.

(4)
Mungkin Bukit Barisan itu seekor naga yang tertidur
Karena kekenyangan, ia tertidur lebih lama dari seharusnya
Maka bertumbuhanlah lumut-lumut, rumput-rumput, pohon
pohon besar. Daun-daunnya yang berguguran—menjadi tanah
menumbuhkan pohon-pohon lain.
Di rangkaian Bukit Barisan menyembul gunung-gunung
Gunung itu mungkin kepalanya, perutnya, atau ekornya
Bila ada asap dari kawah gunung, mungkin naga itu sedang kuap;
bila lahar—naga itu sedang muntah. Bila naga muntah,
tanahmu akan bergetar. Pukul sajalah apa pun
Naga sangat menyukai bunyian
Semoga bunyi-bunyian darimu membuat naga kembali lelap.


(5)
Dulu, gambar naga diukir di pintu rumah, dan ular-ular
tak lagi berani memasuki rumah. Kenapa ya? Mungkin gambar
naga di pintu rumah dianggap sungguhan oleh ular-ular itu.


Payakumbuh, 30 Maret 2006

0 komentar:

Posting Komentar

 

©2009 HALAMAN INDONESIA | Template Blue by TNB