Pemberontak yang Sok Tahu dan Pengekor

|

Bila Budi Darma menulis dalam esainya (Pemberontak dan Pandai Mendadak) tentang apa yang harus dilakukan seorang pemberontak, maka saya pun mengekorinya tentang hal yang sama.

Saya mengetahui bahwa Anda telah membacanya, namun saya akan berpura-pura tidak tahu. Jika memang Anda belum tahu, syukurlah, saya akan lebih mudah menjadi orang yang sok tahu di depan Anda. Dan jati diri saya yang sebagai pengekor tidak akan Anda ketahui, bukan?

Hal yang paling enak di dunia ini adalah menjadi pemberontak. Anda tidak perlu memikirkan kalah atau menang, tetapi dengan memberontak, Anda akan lebih mudah mendapat pengikut.

Sebagai pemberontak, Anda tidak perlu memberontaki hal-hal yang berat. Cukup dengan mengecam generasi yang sudah mapan saja. Katakan bahwa karya-karya generasi pengarang mapan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman. Jika perlu, cari kelemahan karya-karyanya. Jangan lupa pakai teori kontemporer, kutip kata si Anu dan pakai kosakata bahasa asing untuk memperlihatkan bahwa Anda seorang terpelajar.
Jika hal itu belum cukup, Anda perlu menambahi tentang suasana sastra kita yang sedang lagi bobrok. Tulis tentang kesasteraan kita ini lagi musimnya konco-sistim, fanatik kedaerahan, dan terlalu homogennya selera redaktur dalam menyeleksi karya. Padahal karya Anda tidak memenuhi kwalitas sebenarnya.

Menjadi pemberontak itu memang enak, sebab Anda lebih leluasa mengutarakan konsep-konsep Anda berkarya. Tak perlu memikirkan dan mencari konsep-konsep yang rumit, namun carilah konsep yang selama ini akan berlawanan dengan logika. Karena itu akan lebih didengar, dan dicatat sebagai penemu dalam sejarah kesasteraan kita.
Jangan takut dengan konsep Anda yang berlawanan dengan logika itu, karena itu akan terlihat absurd. Seorang pengarang absurd akan lebih dihormati, walaupaun sesungguhnya Anda lagi sedang menutupi tidak pandai berbahasa.

Anda tidak perlu berkecil hati jika dalam berkarya tidak pandai berbahasa. Sebaiknya Anda memilih menulis puisi. Sebab puisi telah dibebaskan untuk pengarangnya. Jangan ikuti EYD, sebab itu akan memperlihatkan kelemahan Anda.

Dalam menulis puisi Anda tidak perlu takut jika ditanya: "Bagaimana puisi Anda sebenarnya?" Sapardi sudah memberi tameng, dan Anda harus memanfaatkannya.
Bila lawan diskusi Anda ingin menakar pemahaman Anda tentang puisi, katakan saja kalau "Pengarang telah mati". Sebab itu adalah senjata yang berguna dan jangan disia-siakan.

Istilah "Pengarang Telah Mati" itu dapat juga Anda manfaatkan di dalam proses berkarya. Sebab karya sastera itu sendiri akan selalu dinilai fiksi.
Gunakan pacar Anda dan tulislah puisi itu seolah-olah untuknya. Tetapi sekali lagi jangan gunakan EYD. Sebab EYD akan menghilangkan kesan karya Anda yang absurd. Sungguhpun Anda seperti seorang pelukis absurd yang tak pandai melukis sepatu sekalipun. Dan keabsurd-an karya Anda harus dipertahankan untuk tidak terbongkarnya rahasia itu.

Anda jangan bertumpu saja pada karya, tetapi penampilan turut membantu kesuksesan. Berpenampilanlah seeksentrik mungkin: baju kumal, rambut seperti tak terurus, dan itu akan memperlihatkan bahwa Anda seorang pemikir, pencipta yang tak sempat mengurus diri.

Bila dalam berpenampilan Anda belum mampu meyakinkan pengikut, ubahlah cara bicara Anda. Kapan perlu, Anda mencari tempat khursus yang menangani masalah itu. Sebab hal yang seremeh itu jangan pernah disepelekan.

Dengan mengikuti ketentuan tersebut, Anda tidak perlu meragukan tak mendapat pengikut. Pengikut itu perlu, sebab mereka seperti akar yang akan memperkokoh tumbuh dan tegaknya Anda. Dan ini jangan Anda lupakan, karena mereka telah menumbuhkan Anda, serta jangan lupa memperjuangkan karyanya kelak.

Setelah hubungan Anda dengan pengikut berjalan baik, maka Anda harus berteman dengan redaktur. Ini sangat perlu. Sebab seorang redaktur akan dapat mengontrol kepopuleran Anda untuk tidak merosot. Serta mengontrol karya-karya pengikut Anda untuk mengekor pada karya-karya Anda bila ingin dipublikasikan. Jangan sungkan bila ada kritik dari pihak yang tak senang, sebab kritik itu sangat diperlukan dan membangun. Dan jangan lupa untuk menyisiati jawaban pengkiritik tersebut dengan memberi kolom khusus untuk redaktur.

Saya berharap sekali Anda akan sukses dengan langkah-langkah ini. Cara seperti ini telah teruji, dan memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sungguh malang jika anda tak mencobanya. Ini zaman instans dan harus berproduksi secara instans. Meskipun saya dan Anda hanya beda kemasan.

Saya tidak dapat membayangkan jika Anda tidak menempuh cara seperti ini. Apakah Anda bisa mendapat pengikut, dan meraih sukses dalam beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan saja?

Anda tidak perlu membaca banyak, sebab itu akan menghabiskan waktu Anda. Menulislah dan ciptakan puisi dua ratus ekor sehari. Mumpung lagi hoki, dan menerbitkan buku sebulan sekali. Pengikut Anda banyak, dan ini sunguh menguntungkan. Sebab bagaimanapun, nama Anda telah tercatat di dalam sejarah perpuisian dan dapat menikmati hidup yang sejahtera.

Coba bayangkan kalau Anda menghabiskan waktu untuk membaca, mungkin Anda hanya mampu menciptakan satu puisi dalam tiga bulan sekali. Dan itu salah satu penghambat jalannya sukses. Meski puisi yang dua ratus ekor sehari yang Anda ciptakan itu hanya berjalan di tempat, tetapi Anda adalah pengarang absurd. Dan kelemahan itu tidak akan terlihat bila Anda tidak keluar dari jalur tersebut.

Sungguh, Anda benar-benar beruntung dengan kiat-kiat ini. Di mana pengarang lain tengah berjungkiran menulis puisi, tetapi untunglah Anda tidak mengalami hal itu. Dan Anda pun dapat menikmati hasilnya dalam waktu yang singkat.

Meski penentang-penentang Anda terlanjur iri, tetapi Anda harus memperlihatkan sikap yang tenang. Dan bila ada pengikut Anda yang menanyakannya, Anda cukup berkata: "Ya, begitulah orang-orang yang kurang kerjaan," dan wibawa Anda akan semakin membaik.
Walaupun karya Anda yang berkwalitas sayur itu telah diterima masarakat luas, namun Anda jangan jenuh menyebarkan pengaruh gaya karya Anda itu kepada pengikut. Jika perlu, dirikanlah komunitas. Meski hanya diisi oleh pengarang-pengarang sayur, namun Anda akan lebih dikenal daripada karya-karya Anda yang berkwalitas sayur itu.

Mendirikan komunitas itu perlu, sebab dengan begitu, Anda dapat mengerjakan karya secara borongan. Jangan pikirkan keoriginalan karya, tapi pikirkanlah bagaimana melambungkan nama komunitas. Meski karya Anda yang berkwalitas sayur itu tak lebih baik setelah dikerjakan secara demokrasi, namun begitulah hidup berkomunitas.
Kalau Anda sudah hidup berkomunitas, jangan pikirkan pula tentang hidup Anda akan terkotak. Bukankah kotak itu sangat misteri? Namun tergantung Anda mau melangkah seperti pion atau bebas semaunya seperti ster.

Dan satu hal lagi yang jangan Anda lupa, bahwa Anda jangan pernah berhenti mengulas karya-karya teman sekomunitas Anda. Kutiplah puisi-puisi si Anu di dalam cerpen, atau ulaslah karya-karya teman sekomunitas Anda sebentuk esai. Dengan begitu, kerjasama akan terasa seperti keluarga.

Meskipun sebenarnya yang diubah bukan mutu karya Anda, namun mutu karya akan terubah dengan cara mengubah cara berpikir Anda. Tetapi mengubah pikiran itu hanya dapat dilalui dengan membaca. Dan tindakan Anda yang selama ini ingin serba instans yang malas membaca, maka tindakan itu sudah tepat. Dan sekali lagi, tolong jangan dengarkan kata penentang-penentang Anda yang berkata miring. Di mana Anda sesungguhnya telah menerapkan kerja pengarang yang malas.

Anda tak perlu khawatir, sebab predikat seniman itu akan tetap Anda dapatkan. Dan bila Anda sudah menjadi pengarang preman, maka saya suka mengertak preman.
Setelah diterapkannya kiat-kiat seperti ini, semoga doa saya juga turut menyertai Anda. Saya tak henti-hentinya mendoakan Anda, dan saya juga mendoakan diri saya untuk dapat begitu. Semoga kita meraih sukses dengan langkah-langkah ini.

Payakumbuh, 26 Maret 2007

Bagaimana Perpuisian Indonesia Melihat Barat?

|

Perkembangan perpuisian Indonesia tak dapat dihindari oleh keadaan zaman yang mengikutinya. Yang mana derasnya perkembangan gaya hidup masyarakat urban di abad 21 telah membawa pengaruhnya ke setiap individu secara umum. Dan kegelisahan eksistensi individu telah mencipta penyekat-penyekat dan individu pun berpacu di dalam kegelisahannya.Apa yang membuat individu masarakat urban begitu gelisah? Kegelisahan-kegelisahan yang dialami oleh individu tersebut disebabkan terjebak ritinitas: rutinitas yang membuat individu lupa pada apa yang dituju, sesungguhnya. Lalu apa pula yang dicari oleh individu masyarakat urban sebenarnya? Kodratnya setiap manusia memiliki sifat keilahian. Yang mana kerinduan kepada apa yang menentramkan, ketakjuban kepada Zat Yang Maha Besar adalah suatu hal yang lumrah di tengah-tengah kemelutnya zaman global.

Kejenuhan individu masarakat urban tentang apa yang dicapainya telah menggerakkan individu tersebut kepada tujuan yang hakiki. Di mana kebutuhan akan prestise, mode dan eksistensi yang menunjang kemapaman telah membuat individu terkucilkan oleh apa yang dimilikinya, dan individu pun lalu jenuh kepada apa yang dimilikinya itu. Tetapi bagaimanapun, untuk menghindari kejenuhan, maka individu pun mencipta kebutuhannya supaya lebih bermakna. Baik untuk dirinya maupun sebagai produk untuk masyarakat umum.

Mengapa individu masyarakat urban lebih mengutamakan makna dari sekedar fungsi di setiap produknya? Ini tak lain dikarenakan manusia takut kesepian. Sebab kesepian-kesepian dan keterkucilan masyarakat urban telah membuatnya bertindak atas segala sesuatu menjadi bermakna. Dan pencarian makna atas segala sesuatu di atas dunia ini pun tak lain sebagai bentuk pencariannya dalam merindukan Tuhan.
Pencarian makna pada setiap apa pun oleh individu dikarenakan tidak lain mengalami kelimpahan. Baik kelimpahan materi maupun kelimpahan kedudukan dan prestise lainnya. Dan untuk memfungsikan setiap produk tersebut serta memiliki ketertarikan, maka individu pun mendesainkannya secara lebih bermakana pula.

Mengapa hal-hal yang saya tuliskan di atas sangat berkaitan dengan puisi? Untuk melihat perkembangan perpuisian Indonesia saat ini, tentunya kita berpatokan kepada Barat, yang mana Barat telah mengalami perekonomian dan teknologi yang pesat melebihi Indonesia. Tetapi mengapa hal itu berhubungan?

Untuk mengkaji pertanyaan di atas, tentunya kita harus kembali mempertanyakan apa itu puisi. Yang mana, puisi adalah bahasa dalam bentuk sastra yang universal. Puisi tidak membedakan tempat, adat-istiadat dan mampu melintasi ruang dan waktu. Dan oleh karena itu, tentunya kita sangat kekanak-kanakan jika membedakan puisi itu antara Barat dan Timur. Dan sebagai puisi yang baik, pastinya penyair dapat bersikap objektif. Yang mana, semakin jauh bentang waktu dan ruang dalam sebuah puisi, maka si penyair pun telah mengesampingkan sikap yang subjektif. Dan yang benar-benar diherankan bahwa dunia yang aneh ini serasa akrab dan dekat dengan kita, dan dunia yang sering kita isi rutinitas ini serasa asing dan bahkan kita tak mengenalinya sama sekali.

Sungguhpun begitu, namun di bawah matahari ini tidak ada yang baru, kata filsuf-filsuf yang lebih dulu memikirkannya. Dan oleh sebab itulah, maka puisi yang baik pasti akan menggali tentang makna-makna di dalam keseharian. Seperti misalnya sebuah dinding, pagar, tangga, bukankah itu sebagai rutinitas yang kita temui dan gunakan sehari-hari? Tetapi mengapa kita menjadi asing oleh benda-benda tersebut, bahkan tidak pernah sempat memikirkannya. Dan sebagai penyair yang berbakat, tentunya hal-hal tersebut tidak akan luput dari pengamatan.Namun sayangnya, hal-hal seperti ini sering memerangkap penyair. Yang mana gagasan yang terbersit dalam perenungan, seringkali tidak dibekali oleh tingkat berpikir yang tinggi. Malahan acap didominasi oleh luapan-luapan perasaan yang membuat karya itu dangkal. Sebab persyaratan penyair menulis puisi tidak lain harus rela tidak mengikutsertakan diri di dalam karyanya, dan setelahnya, makna di dalam karya diserahkan kepada pembaca.
Lalu karena itulah, sebagaimana yang kita ketahui, Barat merupakan tempat yang lebih dulu mencapai tingkat teknologi dan perekonomian berlimpah tanpa sempat menyerap makna tersebut. Oleh karena itu, apa salahnya bila kita menempuh cara tersebut: menafsirkan makna yang berlimpah. Sebab dari apa yang terjadi selama ini, individu masarakat Barat berpikirnya terlalu rasional, sebelumnya. Dan ketika era kelimpahan itu menyelimuti mereka, maka kejenuhan-kejenuhan individu pun terjadi. Lalu individu-individu Barat jadi rindu kepada yang sakral, kepurbaan, dan hal itu membuat individu Barat merasa lebih bermakna menjalani hidup. Tetapi apakah ini berpengaruh pula terhadap karya-karyanya, terutama puisi? Tentunya hal tersebut dapat saja kita pastikan. Di mana puisi-puisi Barat yang bertebaran belakangan ini, tidak lain selalu menggali ide tentang masa lalu. Baik puisinya yang dikemas itu berupa dongeng, mitologi, tetapi itu tak lain adalah sebagai yang bentuk "puisi epik" Bukankah puisi epik (Enuma Elish) sudah diawali 2000 SM di Babylonia? Puisi-puisi yang ditulis untuk memuja dewa-dewa oleh kaum pagan. Tetapi, mengapa hal itu dilakukan kembali oleh Barat?

Seperti yang ditulis di atas, bahwa ketika Barat mengalami era kelimpahan, maka pikirannya yang rasional selama ini telah merindukan sakralitas. Dan Timur (Indonesia) yang selama ini sudah digumuli oleh sakralitas, tentunya tidak menganggap hal itu sesuatu yang tabu. Tetapi, mengapa kita tidak menangkap keseharian yang dicapai oleh Barat tersebut dengan kesakralan kita? Dan tentunya kita tidak membutuhkan dongeng, fabel-fabel dan mitologi, bukan?Puisi atau apa pun yang berunsur mitos, sebetulnya tanpa disadari telah melemahkan rasionalitas. Sebab bagaimanapun, rasio juga salah satu intuisi yang dirahmatkan kepada orang yang telah dipilih-Nya. Dan hal-hal yang berkaitan dengan mitologi, lagi-lagi sangat dikhawatirkan akan diagung-agungkan dan dipuja-puja oleh manusia. Itu sungguh menyesatkan bagi orang yang telah menganut agama. Seperti kitab-kitab yang ditulis oleh manusia sebagai perumusan dasar berpikirnya dalam menempuh hidup yang baik dan benar, namun bagi pengikutnya telah dijadikan sebagai jalan petunjuk hidup. Bahkan telah membabtis dan mengakui manusia itu sebagai tuhan, dewa ataupun lainnya. Padahal yang ditulis oleh manusia tersebut di dalam kitabnya hanyalah berupa karya sastra ataupun filsafat. Dan sebagai manusia yang beragama, tentunya kita telah berperilaku zalim kepada Penguasa Semesta.

Tidak baiknya menulis puisi berdasarkan mitologi, tentunya kita telah melakukan persaingan terhadap kitab suci-kitab suci yang telah ada selama ini. Selain telah mencipta dan menyebar kebodohan terhadap manusia, kita juga telah melumpuhkan rasionalitas dengan takhyul-takhyul tersebut di dalam puisi. Dan tanpa kita sadari kita telah melakukan kemunduran peradaban? Di manakah letak pertanggungjawaban sebagai penyair? Yang mana pengabdian penyair tidak lain untuk menjunjung kemajuan peradaban itu sendiri. Baik kemajuan spritual ataupun pembangunan mental yang mencerahkan.
Besarnya pengaruh penyair dalam memberi pencerahan mental di zaman global ini, tidak lain dikarenakan kerutinan dan kegelisahan individu masarakat urbanlah yang telah menderanya untuk mengobati kegelisahan, dan kesenian adalah cara terampuh dalam mengobati penyakit mental tersebut. Di mana puisi yang juga salah satu seni, telah menjadi alternatif bagi individu masarakat urban untuk mencari kesakralan seperti yang ditulis di atas. Maka oleh sebab itulah penyair-penyair Barat sangat antusias terhadap mitologi, dongeng dan fabel-fabel. Tetapi, dan sungguh memprihatinkan, bahwa penyair-penyair kita turut pula mengikuti Barat yang mengalami kemunduran. Di antara penyair-penyair Indonesia itu (jika melihat karya-karyanya) seperti Hasan Aspahani, Mardi Luhung dll. Dan koran-koran di Indonesia yang menerbitkan puisi di hari Minggu, ternyata menyambut baik akan itu, bukankah itu sebuah keganjilan? Bukannya kita membedakan puisi Barat dan Timur, tetapi kita hanya menjadikan Barat sebagai tolak-ukur dalam pencapain-pencapain kelimpahan makna dan bukan mengikuti kemundurannya.

Payakumbuh, 2007
Read more...

Merujuk pada Psikoanalisa

|

Sigmun Freud mengatakan bahwa kejadian yang ditangkap oleh indra akan mengendap di alam bawah sadar. Dan tubuh yang menjalani kenyataan akan mengalami mimpi-mimpi dari pernyataan alam bawah sadar itu untuk pemenuhan hasrat yang tak tersampaikan, dan hal itu akan terbukti dari 20% kapasitas tidur telah dipenuhi dengan mimpi, sungguhpun tidak disadari ketika bangun.

Namun teori Freud akan penganalisaan alam bawah sadar telah menumbuhkan aliran "Romantik" di Perancis. Yaitu sebagai penolakkannya terhadap kaum berjuis akan kemapanannya baik di bidang seni rupa, sastra, budaya, ataupun politik. Sebagaimana yang diketahui, bahwa Andre Breton telah muncul mempelopori gerakan itu.
Tetapi sebelum membahas aliran Romantik lebih jauh, ada beberapa hal yang harus dijabarkan dari pengaruh filsafat Freud terhadap perkembangan sastra. Di mana penggalian alam bawah sadar dari Freud telah menumbuhkan surealisme pada tahun 1924 di Perancis. Di mana Andre Breton di dalam "manifesto surealis"nya menyatakan bahwa kesenian harus berasal dari alam bawah sadar. Namun surealisme juga menumbuhkan sayap, seperti simbolisme dan romantisme.

Simbolisme dapat diketahui dari karya-karya Sitor Sitomorang di Indonesia dan Arthur Rimbaud di Perancis. Di mana puisi-puisinya dinyatakan dalam simbol-simbol, seperti: Malam Lebaran, judul puisi Sitor Sitomorang, dengan larik: Bulan di atas kuburan.
Walaupun demikian halnya simbolisme, namun ada hal bila mengkaji romantisme, di mana aliran ini sangat berkembang di kesasteraan dan seni rupa serta musik.

Romantisme yang merujuk pada filsafat freud, akan mencari-cari dan menghanyutkan perasaannya untuk menggali alam bawah sadar. Tidak heran jika Lugwid Van Beethoven yang terganggu pendengarannya dan buta dapat memainkan musik dengan instingnya. Namun hal ini dapat dipertanyakan kembali, bahwa, seberapa jauhkah insting dapat bertahan di dalam diri untuk dapat romantis?

Jika perlu diketahui, bahwa pengikut romantisme banyak mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di Perancis. Sebagaimana insting dan kepekaan rasa akan terus berkurang seperti usia. Dan nasib tragis pun, banyak dialami oleh penganut romantisme yang mengakhiri hidupnya pada usia tak lebih dari tigapuluh tahun.

Meski romantisme mengembar-gemborkan slogan "seni untuk seni", namun hal itu sangat bertentangan bila dihubungkan dengan apa yang dikatakan Remy Sylado, bahwa "seni itu berada ditelapak kaki, bukan dijunjung di kepala". Tetapi bagaimanapun, romantisme telah melepaskan Perancis dari kukungan Raja Lois VI—dengan penyerangan ke penjara Bastille—dan membawa Perancis pada revolusi.

Namun di antara aliran simbolisme dan romantisme, telah melahirkan aliran imajisme di London. Dan di antaranya ada Wiliam Butle Yeats sebagai pelopor.

Imajisme berkembang di awal abad 20, dengan pembaharuan dalam kesasteraan tentang "pengambilan ide-ide dari mitos-mitos dan legenda. Baginya, "semakin jauh bentangan waktu dan jarak, maka semakin baguslah puisi". Tidak heran jika di dalam puisi-puisinya banyak ditemukan mitos-mitos Yunani, dan legenda-legenda yang bertebaran banyak di seluruh dunia. Namun saat ini, ada yang mesti terlontar dari pertanyaan, bahwa "Mengapa tidak menulis cerita rakyat saja, bukankah banyak bentuk prosa yang menampung akan itu?"

Meskipun banyak aliran yang berkembang saat bersamaan di Eropa dan sesudahnya, namun ada beberapa hal yang perlu dikaji lebih jauh akan romatisme tersebut. Bahwa hal itu telah berkembang pula di Indonesia sendiri, dan itu dapat lihat dari karya-karya Cecep Syamsul Hari, misalnya, Djamal D. Rahman, Chahjono Widianto, dan juga Iyut Fitra yang terbungkus pada puisi-puisi awalnya dan yang di dalam buku kumpulan puisi Musim Retak-nya. Namun pada puisi-puisi terakhirnya, jelas, sangat berbeda akan itu.
Dan bila romantisme telah jauh ditinggalkan di dalam perkembangan kesasteraan Eropa, mengapa hal itu tetap saja diikuti di kesasteraan Indonesia? Tapi bagaimanapun, mengikuti perkembangan pemikiran zaman sendiri terasa lebih maksimal untuk berkreatif. Bukankah Anda juga merasakannya demikian?

Payakumbuh, September 2006—14 April 2007
Read more...

Media

|

Baudrillard mengatakan, jika Anda disuguhi berita/opini itu ke itu yang dibumbui dengan berbagai polling, pendapat dari berbagai elemen (meski narasumber tak memahami peristiwa-pen), maka masyarakat (konsumen) pun akan terbentuk paradigma yang seragam.

Hitam dan putih, fiktif dan nyata tentu menjadi perbedaan tipis yang menggerogoti manusia hari ini. Ketika berbagai realitas yang seharusnya dikomsumsi massa, maka pengelabuan fakta pun menjadi sah-sah saja berdasarkan kepentingan dan pesanan. Dan menjadi manusia sadar atas apa dan bagaimana informasi serta mengembangkan kepribadian tidak selalu jadi terbebaskan.

Manusia-manusia hari ini belajar untuk mengejar penjara dalam pikirannya. Ketika kebebasan dapat dijalani dengan berpikir, maka pikiran-pikiran hari ini sama halnya dengan penjara. Fakta tidak dapat lagi mengemukakan realita; apakah Anda yang menonton televisi atau televisi yang melihat Anda?

Abad 21

|

Abad 21 era baru (new wave). Segala post berakhir di sini. Manusia makin instans. Segala tersaji dengan cepat. Apakah informasi, hiburan, gaya hidup. Pagi hari Anda boleh jogging sembari mendengar lagu kesayangan di eatpone dan menerima pesan pendek dari telepon selular atau surat elektronik.

Setelah puas menikmati udara pagi, sebaiknya sarapan pagi dihiasi dengan duduk di depan televisi atau depan komputer sembari mengecek indeks bursa saham, membaca berita pagi ini, atau menerima informasi dari perusahan jasa informasi karena Anda telah berlangganan tentang apa saja dan sejenisnya.

Anda harus memastikan hari apa sekarang. Tidakkah Anda ingat sekarang hari Sabtu? Bagaimana jika Anda memanjakan diri di sebuah panti pijat refleksi? Bila Anda belum ingin buru-buru pulang, sebaiknya nonton di bioskop sebuah ide yang bagus. Ohya, jangan lupa pasang di alat pengingat Anda untuk shopping sepulang dari bioskop. Apa kulkas Anda masih terisi? Sebaiknya dikontak saja hippermarket langganan Anda untuk diantar ke rumah. Tapi pesta malam nanti Anda masih ingat, bukan? Saya menyarankan agar Anda memakai Jas Italy. Koleksi sepatu Gucci Anda tidak ada salahnya ditambah. Hmmm, Anda seperti Pangeran yang datang kayangan.

Sore begini Anda lebih baik mandi susu. Lemon tea akan saya antar ke sana. Jangan lupa, sesudah berpakaian, Anda boleh mengatakan kepada saya apa lagi membutuhkan pizza, keju belanda, atau sedikit soda sebelum menyantap makanan pembuka. Maaf, apa Anda sudah sudah mengonfirmasi teman provider Anda di dinding testi?

Oke, apakah Anda tidak terburu-buru ke pesta malam ini? Sampai nanti, senang bekerjasama dengan Anda.

Sutan Takdir Alisyahbana dan Chairil Anwar

|

Banyak orang boleh saja menganggap Chairil Anwar sebagai penyumbang terbesar bagi kesasatraan Indonesia modern, namun semua itu hanya penyambung dari usaha kerja keras Sutan Takdir Alisyahbana. Seperti main sepak bola, Chairil cuma menendang bola dari operan Takdir yang mati-matian mengarak dan mengecoh penjaga gawang lawan, dan di lain hal atas usaha Takdir, Chairil mendapat kesempatan mengubah skor permainan.

Takdir, pencetus gagasan pertama untuk mengubah bahasa dan sastra Indonesia. Meninggalkan kebudayaan lama yang berbau pantun dan bangkit dengan bahasa dan budaya modern. Di lain pihak, Sanusi Pane dan Ki Hajar Dewantara menganggap tindakan Takdir sebagai hasil persekongkolan terhadap Belanda. Memang kekhawatiran Sanusi dan Ki Hajar atas pandangan sikap Takdir yang kelewat terburu-buru menduplikat Barat sangat beralasan, sebab bagaimanapun, seniman-seniman atau masyarakat Indonesia belum sepenuhnya mempunyai pijakan dasar yang kuat atas kebudayaannya serta masih rendahnya tingkat pendidikan yang berkembang masayarakat.

Lagi-lagi, Takdir mengecam pendirian penganut tradisi lama yang ortodoks dan tradisionil. Takdir menyuarakan untuk membangun kebebasan kreatif yang demoktariv serta berpijak pada wawasan dan perpandangan universal. Namun sayang sekali, Lembaga Bahasa Pemerintah juga ikut-ikutan menghujat Takdir.

Dari segi karya, sajak-sajak Takdir memang masih ditulis dengan teknik subjektiv, namun dari segi gagasan dalam ruang teks, Takdir memiliki intituisi jenius. Memang harapan Takdir agar sajak-sajaknya dapat terlepas dari gaya bahasa lama tidak berhasil, namun dari cara bentuk menulis sajak yang meninggalkan soneta dan pantun, Takdir berhasil mengubah khazanah Sastra Indonesia Modern. Tentu, lagi-lagi harus menjadi duplikat Barat.

Jika Takdir demikian, bagaimana pula dengan Chairil?
Chiril hanya meneruskan cita-cita Takdir? Meski Chairil mati-matian menolak konsep Takdir (Chairil lebih menjunjung hukum universalitas), toh dari karya-karyanya tak ada bedanya. Bahkan dari segi gagasan dalam teks, Chairil harus hormat kepada Takdir. Chairil hanya menemukan bentuk pengucapan (dan sajak-sajak Chairil termasuk penyebab utama akan perubahan Bahasa Indonesia setelahnya).

Bagi masyarakat selain dan tidak mengetahui bahasa Minangkabau, gaya ucap dalam sajak-sajak Chairil memang menyentak dan punya sensasi tersendiri. Tapi bagi masyarakat Minangkabau apalagi Payakumbuh (kampung Chairil tidak sampai 10 km dari batas kota Payakumbuh) itu biasa-biasa saja, menurut saya. Penemuan bahasa yang diagung-agungkan Chairil, tidak lain hanya duplikat cara berbahasa di Minangkabau yang berkembang secara lisan. Dan di sini, Chairil memiliki kemampuan berbahasa Perancis, Inggris, Belanda, Indonesia dan bahasa Minangkabau.

Contoh bahasa Indonesia yang diubah ke bahasa Minangkabau lalu dikembalikan ke dalam bahasa Indonesia (dari penulis):



Pendayung telah hanyut ke ujung malam

Hanyuiknyo pandayuang ka ujuang malam

Hanyutnya pendayung ke ujung malam

Cuplikan Filsafat

|

Setiap tempat ataupun individu memiliki falsafah hidupnya sendiri. Baik penggalian secara intens maupun ketidaksadaran dari bebuah perenungannya akan hidup. Dan sebagaimana dari asal katanya “philosophia” dalam bahasa Yunani, tidak lain dari penggalan “philia = persahabatan, cinta dan sejenisnya” serta “sophia = kebijaksanaan”. Dan jika diartikan secara harfiah, maka filsafat berarti “pecinta kebijaksanaan”.

Filsafat secara garis besar bertujuan untuk memahami bagaimana manusia dan menangkap problema kehidupan zaman supaya kehidupan manusia berjalan dan terarah lebih baik. Memahami manusia bukan dengan melihat bagaimana status sosialnya, keturunan, akademis ataupun berbagai mebel-embel lain, melainkan bagaimana nilai-nilai etika atau boleh dikatakan sebuah kualitas moral pada manusia itu sendiri.

Faktor pendukung supaya filsafat berjalan lebih baik disebabkan karena adanya budaya berpikir merdeka dari sebuah komunitas, bangsa dalam tatanan kehidupan masyarakat. Maka dengan begitu setiap pikiran akan mendatangkan anti-tesis dan penolakan dari sebuah anti-tesis tersebut akan menciptakan anti-tesis baru serta anti tesis yang baru tersebut telah menjadi sintesis baru lagi. Dan begitulah filsafat menanggapi zamannya sampai dunia ini tak ada lagi.

Karena fisafat tak pernah tuntas mencari kebijaksanaan pada manusia, maka filsafat sering diartikan sebagai teka-teki. Atau bolehlah sering dilontarkan dengan lelucon, “mana dulu ayam daripada telur?” dan guyonan ini tentu sebuah pikiran dari keragu-raguan kepada filsafat. Dan filsafat itu sendiri lahir karena keragu-raguan itu sendiri. Seperti Rene Descartes (1596—1650) yang menjadi tonggak Renaissans, juga sebagai bapak filsafat modern menyatakan bahwa “hanya ada suatu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Jika menyaksikan sesuatu, saya “menyadari” bahwa saya menyaksikan adanya. Maka dengan keragu-raguan itulah kenyataan “ada”nya saya dinyatakan ada. Dan sebuah norma Descartes tentang “saya berpikir maka karena itulah saya ada” telah menentukan kebenaran.

Namun bagaimanapun, dunia terus berkembang dan probelma kemanusiaan terus bertambah. Dan rasonalis (berpijak ke akal) Descartes pun (ada pun tokoh-tokoh lain seperti Baruch Spinoza dan C. Jottfried Wilhelm Libniz) mendapat kecamanan oleh generasi sesudahnya (sebaiknya hal ini kita sebut penyempurnaan) yang lebih berpatokan kepada pengalaman (empiris). Yang mana sebuah pengetahuan tercipta karena adanya sebuah interaksi dari pengalaman. Dengan istilah sederhananya, pengalamanlah yang menciptakan pengetahuan. Di antara tokoh empiris tersebut sebutlah Thomas Hobbes, Jhon Locke (1632—1704) dan David Hume (1711—1776) yang berkembang di Inggris. Dan terus sesudahnya filosof-filosof melakukan penyempurnaan dengan penemuan metode akan naturalis, materialis, idealis, eksistensialis, fenomenologi dan sampai kepada dunia saat kita sekarang yaitu strukturalis dan pragmatis. Di antara nama-nama strukturalis tersebut tidak lain Levi-Strauss (lahir 1903) Michel Foucault (lahir 1926) dan pragmatis dipelopori oleh Charles Sanders Peirce, William James dan Jhon Dewey yang berperan dalam penganalisaan bahasa. Serta tentang metode pemahaman akan dunia digital, virtual dan sebagainya yang dipelopori oleh Jean Paul Baudrillard dan sedang berlangsung pada abad sekarang, tentu belum bisa ditarik tesis baru. Karena filsafat tersebut masih berlangsung dalam zamannya dan belum menjadi sejarah.

Meski demikian halnya, sejarah filsafat tentu mengalami masa-masa kegemilangan dan kekelaman. Dan tentu juga memiliki banyak cabang sesuai tuntutan zaman dan ataupun minat dari para folosof itu sendiri. Baik secara kajian filsafat ilmu dan etika. Dan tak jarang pula filosof ambil bagian dalam filsafat yang terjun langsung dalam kumpulan manusia seperi Albert camus yang seorang penulis dan Jean Paul Sartre serta Karl Marx yang berperan dalam politik. Dan politik marxis pun telah menginspirasi Friedrich Engels, Lenin, Stalin dan Mao Tse Tung serta telah menciptakan pembantaian manusia terbesar sepanjang abad.

Kekelaman filsafat Barat (dalam hal ini Eropa sebagai patokan karena lebih dokumentatif) di awali dari Zaman Patristik dan Skolatik. Yaitu sebuah kesuraman atau sering dinamakan Abad Pertengahan.

Adapun dari klasifikasi sejarah filsafat di awali dari Zaman Yunani Kuno (klasik) dalam hal ini filsafat pra-sokrates yang masih bergulat dengan pertanyaan pada rahasia alam. Di antaranya Thales (lebih kurang 600 SM), Anaximemander (610—540 SM), Anaximenes (585—525 SM), Pytagoras (500 SM), Herakleitos (500 SM), Permenides (515—440 SM).

Pada Zaman Klasik di antaranya Socrates (470—400 SM), Plato (428—348) dan Aristoteles (384—322 SM). Dan pada masa Helenis, saat Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa yang membentang dari India Barat sampai Yunani dan Mesir dengan kegemilangan budaya yang disebut helenis dan berpusat di Athena (Yunani), Alexandria (Mesir) dan Antiochia (Syria). Aliran yang menonjol pada saat itu di antaranya: Stoisis (filsuf tong) di pelopori oleh Zeno (333—262 SM), Epikuris oleh Epikuros (341—270 SM) serta Neo-platonis oleh Plotinus (205—270 SM)

Lalu pada Zaman Patristik dan Skolastik (Bapak-bapak Gereja). Dan ini terbagi dua, di antaranya Patristik Timur (Yunani) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Ada pun nama-nama tersebut dipelopori oleh Clemens (150—215), Gregorios (330-390), Basillus (330—379) Dionysios Areopagita ( 500). Dan Patristik Latin (Barat) di antaranya, Hilarius (315—367), Ambrosius (339—397) Hieranymus (347—420) dan Agustinus (354—430)

Namun pada Zaman Patristik dan Skolastik ini di Eropa (atau abad pertengahan), filsafat telah mengalami kemajuan pesat di Timur Tengah. Dan dilihat dari sejarahnya tentang penaklukan daerah-daerah kekuasaan islam yang sampai ke Yunani dan Italia Selatan serta Andalusia (Spanyol) yang di awali abad ke delapan, maka karya-karya Aristotels telah menciptakan peradaban terbesar islam sepanjang sejarah. Segala disiplin ilmu berkembang, mulai dari kedokteran, botani, astronomi, matematika, fisika, politik, figh, dan lain-lain karena keberanian dan keindependenan berpikir yang tidak terlembaga dalam instintusi agama. Dan Ibnu Rusyd filosof terbesar dan terakhir yang dimiliki umat islam. Di Eropa dengan nama populer Averroes. Dan karena keberaniannya tersebut, telah menginspirasi masyarakat Eropa pada abad 13 dan 14 dalam melakukan hal yang sama kepada gereja.

Sebelum memasuki masa Renaisance atau di pengujung abad pertengahan, Thomas Aquinas (1225—1274), Bonaventure (1217—1274), Yohanes Duns Scotus (1266—1308) adalah fiosof-filosof gereja terakhir abad pertengahan. Karena filsafat diajarkan di sekolah-sekolah biara dan memakai kurikulum internasional. Lalu filosof-filosof yang di luar gereja pada zaman ini seperti Nicollo Macchievelli (1469), Thomas Hobbes, Thomas More (1478—1535) dan Francis Bacon (1561—1626) menegaskan bahwa pengetahuan bukan berasal dari kitab suci, ajaran agama ataupun dari penguasa melainkan dari diri sendiri. Dan Francis Bacon pada akhir-akhir ini tentang metode filsafat ilmu dari buah pikirannya sangat dibutuhkan oleh berbagai disiplin ilmu. Ya, buah pikiran yang berasal dari lima ratus tahun yang lalu. Namun baru sekarang bisa diterapkan. Lalu soal Ibnu Rusyd (Averroes) yang ditinggalkan saudaranya sesama muslim di lingkungannya karena dianggap ateis, pada abad terakhir sekarang umat muslim telah merangkulnya kembali. Padahal Ibnu Rusyd menjadi motivator terbesar dalam kebangkitan zaman renaissance di Eropa.


Payakumbuh, 23 mei 2009


Daftar Pustaka:

Dr. M. Solihin, M. Ag
Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik hingga Modern


Drs. Rizal Mustansyir M. Hum dan Drs. Misnal Munir M. Hum
Filsafat Ilmu

Gaarder, Jostein
Dunia Sophie

Etika dan Keberbagaiannya

|

Socrates

Socrates salah satu manusia yang paling bahagia di dunia. Meski ia memiliki pisik tubuh yang pendek, bentuk hidung yang bulat dan besar, pipi tembem dan perut gendut serta matanya yang tersembul keluar, namun Socrates seorang berbudi luhur, jujur, adil, sederhana, berterus terang, periang, tidak memilih teman, tenang, tangkas serta humoris. Ia suka berjalan di sepanjang alun-alun kota Athena untuk mempelajari tingkah laku manusia. Dan ia suka bertanya kepada siapa yang ditemuinya. Baik kepada pedagang-pedagang pasar, budak-budak, politisi ataupun masyarakat umum. Dan sebuah guyonan yang tak hilang sepanjang masa tidak lain sebuah ucapan “Sesekali janganlah kau pernah bertemu dengan Socrates jika kau tak keberatan dipermalukan di depan umum”. Dan ketika siapa pun bertanya mengapa ia tidak pernah bepergian keluar kota, maka ucapan yang keluar dari mulut Socrates adalah “Pohon-pohon dan padang rumput di desa-desa tidak pernah mengajari saya apa-apa”.

Socrates lahir di Athena pada tahun 470—399 SM dengan ayah seorang pembuat patung dan ibunya seorang bidan. Dalam menerima pendamping hidup pun ia juga tidak termasuk beruntung. Istrinya bernama Xantippe, konon seorang wanita yang judes. Namun Socrates memilki metode dialektika tersendiri dalam membuktikan kebenaran filsafatnya yang objektive. Sebab metode dialektika ini lahir karena ajaran kaum sofisme yang mengatakan bahwa kebenaran itu relative.

Dalam pelaksanaan metode dialektika, Socrates bertanya kepada semua kalangan. Dan dari sini maka akan ditemukan pengetahuan itu berupa “bentuk umum” dan “bentuk khusus”. Dan Aristoteles sesudahnya mengemukakan dasar pengetahuan tersebut sebagai “induksi” dan “definisi”. Hasil pengetahuan ini dapat dicontohkan pada saat sekarang seperti pembuatan baju. Yang mana kita cukup mengatakan modelnya saja kepada tukang jahit. Sebab pengetahuan umum tentang model baju yang kita pesan telah merata pada semua orang. Dan itu “bentuk umum”. Sedangkan “bentuk khusus”-nya agar diketahui oleh tukang jahit berapa ukuran leher, lingkar badan, tentu si tukang jahit harus mengukurnya langsung.

Etika Socrates ialah “budi adalah tahu”. Bagi siapa yang mengetahui tentang kebijakan, maka dengan sendirinya akan terpaksa melakukan kebajikan. Dan menurut Socrates, definisi tidak diperuntukkan untuk ilmu pengetahuan saja melainkan untuk kebutuhan etika.

Dan yang teramat penting, Sokrates meyakini bahwa akal budi adalah citra Tuhan yang diturunkan kepada manusia. Tentu hal ini akan membuat kepercayaan masyarakat Yunani yang telah ada akan menjadi kacau. Dengan suara minoritas dalam majelis dalam pengadilan untuk Socrates, maka Socrates dijatuhi hukuman meminum racun getah cemara. Meskipun begitu, Socrates masih diberi pilihan jika bersedia meninggalkan Athena. Namun alternative tersebut tidak diterima Socrates karena memang begitulah sebuah kebenaran harus dijalankan. Dengan bahagia, Socrates meminum racun getah cemara di hadapan teman-temannya.

Sedikit tentang Etika

Etika berasal dari kata Yunani, yaitu “ethos”. Dalam arti secara luas adalah “kebiasaan”. Etika salah satu cabang filsafat. Secara garis besar dapat dikelompokkan atas:

Pertama, Etika Deskriptif. Yakni ilmu yang mendiskripsikan tentang perilaku-perilaku dan keyakinan-keyakinan moral.

Kedua, Metaetika. Sebuah etika yang memfokuskan pada analisis makna, seperti makna kebebasan, hak, tanggungjawab, dsb.

Ketiga, Etika Normatif Umum. Yaitu etika yang memformulasikan dan melestarikan dasar-dasar aturan kehidupan moral.

Keempat, Etika Terapan (khusus). Yaitu menurunkan prinsip etika abstrak umum untuk segala masalah etika.

Bentuk-bentuk Etika

Suatu hari ketika Sokrates menyusuri alun-alun, tentu didampingi seorang muridnya Plato yang tampan, punya daya tutur yang sopan dan bersuara halus serta berbakat dalam sastra, Socrates pun menyuguhkan pertanyaan (tentu dengan suara halus dan sopan pula) akan “Apa hal terbaik untuk manusia?” dan para “hedonis” menjawab dengan kata “kesenangan”. Hal terbaik yang dilakukan manusia adalah dengan memuaskan kesenangan dan kenikmatan di dalam diri.

Adapun bentuk-bentuk dari etika di antaranya:

Pertama, Hedonisme. Berkembang di Yunani dan dipelopori oleh Aristippos (433—355 SM), juga murid Socrates. Yang beretika bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mencari kesenangan namun tidak terbawa arus olehnya. Dan tokoh lain adalah Epikuros (341—270 SM) yang memimpin sebuah sekolah filsafat di Athena.

Kedua, Eudaimonisme. Dirintis oleh Aristoteles (384—322 SM). Etikanya berbunyi di dalam bukunya “Nicomedian Ethics” bahwa manusia mengejar suatu tujuan, sedangkan tujuan tertinggi dalam hidupnya adalah kebahagiaan. Maksud Aritoteles berdasarkan bukunya bahwa mencapai tujuan terakhir apabila manusia telah menjalankan manfaatnya dengan baik maka ia akan mendapat kebahagian.

Ketiga, Utilitarianisme. Dipelopori oleh David Hume (1711—1776) dan disempurnakan oleh Jeremy Bentham (1748—1832). Etika ini digunakan untuk memperbaharui hukum Inggris. Pikirannya berbunyi (Hume) bahwa perbuatan harus dinilai baik atau buruk selama masih memberikan manfaat atau merugikan sebanyak orang mungkin. Namun Betham menyempurnakan dengan keabsahan moral terletak pada kesenangan melebihi ketidaksenangan secara kuantitatif. Dan ini dapat diperhitungkan secara matematis dan statistik. Dan ini termasuk Utilitarianisme Klasik. Sedangkan Ultitarianisme Aturan dikemukan oleh Stephen Toulmin. Ia menegaskan bahwa prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas satu perbuatan melainkan atas aturan-aturan moral yang mengatur perbuatan-perbuatan. Dengan argumennya, “Apakah aturan moral yang menepati janji menyumbangkan paling banyak kebahagian untuk banyak orang?”. Namun filosof Richard B. Brand mengusulkan supaya bukan aturan moral satu demi satu, melainkan seluruh aturan moral yang diuji dengan prinsip kegunaan.

Emanuel Kant (1724—1804)

Kant seorang filosof moral terbesar dan terakhir sepanjang sejarah. Ia mengemukan bahwa “bertindaklah sehingga prinsip dari kehendakmu dapat diberlakukan sebagai prinsip yang menciptakan “hukum universal”. Ada pun dari prinsip tersebut adalah:
Pertama, Prinsip Otonomi. Maksudnya penghormatan kepada pribadi. Jadi sebelum memberikan pilihan moral, latar belakang pelaku harus dipertimbangkan dan diperhatikan.

Kedua, Prinsip Kemurahan Hati. Prinsip ini mengemukan untuk tidak menyakiti orang lain dan berusaha membantu.

Ketiga, Prinsip Keadilan. Dasar prinsip ini berupa keadilan individu ataupun sosial telah diberlakukan adil jika ia telah diberikan apa yang ia janjikan, apa yang seharusnya ia dapatkan atau mampu secara absah mengklaimnya.

Payakumbuh, 24 Mei 2009

Daftar Pustaka:
Dr. M. Solihin, M. Ag
Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik hingga Modern
Drs. Rizal Mustansyir M. Hum dan Drs. Misnal Munir M. Hum
Filsafat Ilmu
Gaarder, Jostein
Dunia Sophie

Fenomena Provider Pertemanan

|

Pada dasarnya manusia makluk sosial. Selagi masih dalam psikologi sehat, manusia menyenangi pergaulan; adanya interaksi dari sesama perkumpulan, perhatian, masukan dan saling mengisi satu sama lain.

Setelah zaman bergulir, manusia pun menjadi makluk individu dalam masyarakat global. Kepadatan aktivitas menjadi penyekat untuk bersosialisasi. Hal ini pun menjadi problem dasar manusia modern dalam pemenuhan hasrat psikologi sosialnya.

Adanya ketidakpuasan manusia modern dalam kehidupan nyata, maka bersosialisasi di dunia maya pun menjadi solusi bagus. Jika dalam realita perbedaan kelas, gender, kedudukan sosial sebagai ikon eksistensi, namun di dunia maya hal tersebut tidak berlaku. Tidak ada yang menyekat Anda berteman dengan seorang menteri sekali pun bila permintaan pertemanan Anda dikonfirmasi oleh calon teman Anda.

Dalam provider pertemanan, Anda tidak perlu meninggalkan rumah untuk bersosialisasi. Duduk yang manis di depan layar komputer atau boleh juga Anda meng-upload-nya ke telepon genggam. Dengan telepon genggam, Anda masih dapat melakukan rutinitas, bepergian, shopping atau di atas kendaraan sekalipun bisa online.

Seperti hipperealitas Baudrillard, inilah zaman modern sesudah modern dan sehabis modern. Yang mana perbedaan georafis tak lagi menjadi penyekat dan batas. Siapa yang mengunjungi siapa dan siapa yang dikunjungi siapa. Siapa yang ditonton dan siapa yang menonton. Dan hal ini melebur dalam provider pertemanan sebagai wadah bersosial. Dan setiap individu terus membangun penjara dalam pikirannnya, dalam setiap ruang sosialnya. Ketagihan. Tak mau lagi keluar.

Kunang-kunang di Sebuah Malam

|

Lampu-lampu yang jauh di perumahan bekerlap-kerlip. Ia terus melangkah. Mendendang-nendang kerikil dan sesekali langkahnya terhenti menyaksikan serangga kecil yang hampir tergilas oleh sepatunya. Tak ada yang aneh, memang, tapi peristiwa-peristiwa kecil dalam keseharian kembali mengusik kemanusiaannya dan tiba-tiba saja ia rindu untuk menangis.

Lampu-lampu terus bekerlip. Semakin jauh terlihat seperti kunang-kunang dan ia ingin menangkapnya untuk dimasukkan ke dalam botol kaca yang masih disimpannya sebagai saksi masa kanak. Lalu berlari ke arah Ibu sembari merapikan rambut klimisnya dan berkata, “Bu, saya sudah dewasa!” Ibu akan tertawa setiap mendengar celotehan anaknya meski airmata tak tahunya sudah mengalir lalu lekas-lekas melepas rangkulannya dan membiarkan anaknya membuka jendela semalaman untuk bermimpi dengan kunang-kunang. “Tapi belum ada yang berubah”, pikirnya, kerlap-kerlip lampu di kejauhan pun membentuk wajah Ibu dan melambai-melambai menyuruh lekas tidur dan tak boleh bermain kunang-kunang malam ini.

Ia semakin jauh melangkah. Kerlap-kerlip lampu semakin asing. Kerikil-kerikil jalan tak lagi mengenal derap langkahnya. “Ke mana kaupergi, Sayang?” bisiknya, meski helai-helai uban terus tumbuh dengan malu dan di kejauhan pun lagu ringkik serangga mengingatkannya pada suatu tempat entah di mana. Di mana sungai-sungai mengalir hening, angsa-angsa memadu kasih, cahaya-cahaya akan membuat siapa saja terpesona dan tak akan sanggup berpaling.

Kunang-kunang terus beterbangan dalam kenangan. Lalu ia membayangkan sedang apa penghuni rumah yang selalu saja menjadi kunang-kunang itu, dan ia berusaha untuk tidak menangis. Mungkin di salah satu rumah itu ada ibu yang memiliki anak wanita yang cantik, manis, pendiam dan manja. Mungkin namanya Lala, Luchy atau Raysa. Sedang apa ia? Apa sedang menangis di tempat tidurnya karena tak kesampaian cinta pertama? Namun tiba-tiba ia teringat Ibu. Dan kerlap-kerlip lampu di kejauhan semakin nyata menjadi kunang-kunang. Ia berlari di keremangan dan terus menangis mengejar suara di kejauhan. Pulang! Pulanglah, Sayang!

Payakumbuh, 2008

Suatu Dunia di Siang Hari

|

Siang seterik biasanya. Debu jalanan mengepul-ngepul. Kerumunan manusia seperti tak ada habisnya. Tapi ia hanya sendiri, jauh, jauh di luar dunia yang tak ditempuh oleh sesiapa. Prak, “Busyet, kalau lewat, lihat-lihat, Bung! Memangnya bokap sampean punya jalan.”

Debu-debu terus mengepul. Sesekali langkahnya seperti ingin bicara. Ia terus berjalan. Berjalan di dunia yang tak akan ditempuh oleh sesiapa.

Payakumbuh, 2009

Rambut

|

Angin bertambah nakal. Membelai-belai rambut. Mengaduk-aduk udara.

Gadis remaja, seorang saja, terusik karena rambutnya. Tidak karena lain. Hanya karena gerai rambutnya. “Rambut ini memang ingin disentuh, tapi bukan oleh kau.”

Angin selalu menyentuh. Rambut kelewat rindu. “Dan saya membelai rambutmu karena tak ada orang lain yang mau.”

Payakumbuh, 2009

Sebuah Cerita yang Memberontak dengan Keadaan Ceritanya

|

Ia mengumpat-ngumpat, berteriak-teriak, “Pengarang sialan! Mengapa Dia menempatkan saya dengan setting cerita begini. Awas ya! Memangnya saya tidak bisa macam-macam?” Kursi-kursi beterbangan, perkakas berhamburan. Namun di depan komputer, seorang pengarang telah tidur sejak semalam.

Payakumbuh, 2009

Sayang Sekali Tubuh Seindah Itu Harus Mati

|

Saudara-saudara yang lagi berduka, sayang sekali jenazah yang akan kita makamkan ini harus mati. Saudara tahu, bukan, kalau almarhumah memiliki tubuh yang indah? Dan saya pikir Saudara juga mengalami seperti yang saya rasakan. Baik semasa hidup beliau ataupun sampai saat ini. Meski kita sudah ada yang punya, tidakkah Saudara pernah memendam secuil rasa pun terhadap almarhumah. Terus terang, Saudara, sampai detik ini saya tak dapat menyembunyikan cinta yang tak alang kepalang kepada beliau. Tapi beliau sudah mati, dan saya sangat menyesal tidak mengungkapkannya. Andai saja saya mengatakannya semasa hidup beliau, tentu saya tidak dihantui penyesalan segawat ini. Apa susahnya mengatakan cinta. “Saya mencintaimu,” habis perkara. Tak peduli beliau marah atau menyambut cinta saya. Toh jika beliau menanggapi cinta saya semua tak akan berjalan dengan semestinya. Saudara kan tahu kalau saya sudah berkeluarga dan saya tak kuat juga meninggalkan istri saya. Meski tubuh istri saya tak seindah tubuh beliau, tapi Saudara pernah patah hati olehnya karena telah menjadi pendamping saya, bukan?

Saudara-saudara yang sama-sama berduka dengan saya, sampai saat ini saya tak dapat membayangkan bagaimana rasanya menyentuh rambut beliau. Atau juga bagaimana eratnya pagutan dan panasnya bibir beliau. Apakah Saudara pernah memesan seporsi pizza? Dan saya pikir bibir beliau lebih kenyal dari itu.

Saudara-saudara yang lagi berduka, jika Saudara masih memendam cinta kepada almarhumah, ungkapkanlah sebelum acara pemakaman ini dilaksanakan. Di sini kita senasib sepenanggungan. Semoga dengan ungkapan yang tulus, beliau dapat meninggalkan dunia ini dengan kebahagiaan. Dan kita yang melepaskannya pun tidak dihantui lagi oleh penyesalan.

Payakumbuh, 2009

Cerita Naga yang Lahir dari Sebuah Cerita

|

Sebelum saya memulai cerita, maukah Anda mempercayai saya? Jika tak percaya, itu terserah Anda. Toh ini hanya sebuah cerita, bukan?

Cerita itu lahir dari sebuah cerita. Pada malam-malam. Kalau pagi-pagi tentu ceritanya lain lagi. Sebab ini menyangkut kapan cerita itu dilahirkan.

Malam itu entah mengapa sebuah cerita melahirkan Naga begitu saja. Saya lagi tak di sana. Kecewa juga karena tak sempat melihat bagaimana Naga lahir. Apa Naga juga menggeliat-geliat keluar dari cerita atau hanya senyum-senyum saja seperti tak terjadi apa-apa dan menerima semua itu karena memang begitulah takdirnya. Bukankah takdir tak boleh dilawan atau digugat-gugat karena akan membuat Anda tak mesyukuri rejeki Pencipta yang telah diberi, bukan? Tetapi Naga itu lahir dari sebuah cerita dan saya tidak tahu siapa yang merampungkan cerita itu sebelumnya. Barangkali saja pengarang cerita takut ceritanya tidak sempurna dan menjadi olok-olok sesama rekan pengarang hingga tak mau mencantumkan namanya di awal cerita. Dan saya makin kecewa karena pengarang cerita yang melahirkan Naga sedahsyat ini tak memiliki kepercayaan diri. Bagaimana saya atau Anda dapat mempercayai ceritanya jika pengarangnya tak percaya pada diri sendiri, bukan?

Sekarang Naga itu entah di mana. Saya pernah coba mencarinya. Tapi tak ketemu juga. Tak mungkinlah cerita Naga hanya sampai di sini saja. Tentu Anda akan kecewa, bukan? Tetapi Naga itu benar-benar tak lagi ada. Maafkan saya tak dapat melanjutkan cerita. Semoga saja nanti malam saya ketemu dengannya. Atau, apakah dia yang saat ini berseliweran di kepala Anda?


Payakumbuh, 2008

Matinya Seorang Koruptor

|

Perkabungan berjalan dengan khidmat. Beberapa panser berpotroli dengan siaga. Mana tahu kalau ada yang bikin huru-hara. Lagi pula ini untuk memenuhi prosedur, bukan? Supaya acara pemakaman berjalan dengan meriah dan pengobat luka bagi keluarga yang ditinggalkan.

Pasukan pengiring jenazah telah siaga. Latihannya saban hari tidak dikira. Ada yang ahli memegang vigura dan ada pula mengangkat peti jenazah. Dan barisan pun telah dirapatkan.

Di televisi perkabungan disiarkan secara langsung. Ada iklan juga yang menyemarakkan. Dari iklan sakit kepala hingga pemmorosian sepasang pilkada.

Seorang kuruptor akan dimakamkan. Penghormatan terakhir dilakukan. Maklum, almarhum lebih pintar dalam menggelapkan urusan.

Payakumbuh, 2008

Kisah Kasih Telepon Genggam

|

Kekasih yang Tersesat

Setiap pagi, siang atau malam, ia memeriksa kekasihnya apakah sudah hidup, dan baik-baik sajakah keadaannya. “Selamat tidur, Sayang,” atau “tumben bangunnya kesiangan?” Lalu kembali direbahkan, tentu sesudah menciumnya. Dan SMS-SMS itu akan tetap begitu, nasibnya.


Berpacaran

“Bagaimana di negeri sana? Apa musim hujan tak membuat alergimu kambuh?” Dan suara kresek-kresek pun menjawab, “Kau jangan begitu, asmamu itu mengkhawatirkan, apa kau masih melakukan ritual begadang?”
“Terima kasih ya, Sayang.”
“Berterima kasihlah kepada telepon genggam!”


Putus Hubungan

Akhirnya, kekasihnya mati juga semalaman. “Kau memutuskan hubungan untuk sementara ini ya?”

Payakumbuh, 1 April 2009

Ritual-ritual Mas Penyair

|

Mas Penyair dengan Secangkir Kopi di Pagi Hari

/1/
Mas Penyair ongkang-ongkang seperti biasa. Pagi juga berlalu biasa-biasa saja. Ada Mpok Leha yang lewat menawarkan jamunya. Tukang sayur yang semangat mendorong gerobaknya. Ada juga Pratiwi yang pergi sekolah sambil mengulur senyum termaut dengan menyapa, “Selamat pagi, Mas Penyair!” Dan Mas Penyair tak pernah jenuh melewatkan pagi dengan ongkang-ongkang di beranda rumah.

/2/
Mas Penyair senang menyeduh kopi di beranda. Terkadang siul-siul jika gula lagi tak ada. “Kopi akan tambah nikmat,” katanya. Dan Mas Penyair juga senang membeli bubuk kopi di kedai Pratiwi seperti biasa. Meski bubuk kopi yang disimpan dalam botol bekas susu kemasan masih belum seberapa habisnya. Dan Mas Penyair selalu senang. Apalagi Pratiwi yang mengambilkan bubuk kopinya. “Bubuk kopinya sudah habis lagi ya, Mas Penyair?” tanya Pratiwi. Dan Mas Penyair senang dengan setiap ucapan Pratiwi.

/3/
Di beranda Mas Penyair juga leluasa melihat atap rumah Pratiwi. Mas Penyair senang juga bangun kelewat pagi. Melihat jendela rumah di seberang apa masih hidup lampunya. Dan Mas Penyair senang-senang saja memperkirakan kalau Pratiwi lagi mengeliat-ngeliat atau menguap-nguap di pembaringannya sambil melupakan mimpi yang baru saja dijalani dengan apa adanya. Lalu Mas Penyair melaksanakan ritual paginya dengan menyeruput seduhan kopinya yang dari detik ke menit semakin kurang hangatnya. Dan Mas Penyair memastikan juga ingatannya ketika seruputan terakhir dengan bergumam, “Pratiwi baru saja berangkat ke sekolah.”


Mas Penyair yang Berjalan Malam-malam

/1/
Mas Penyair juga senang kepada malam. Mas Penyair jadi suka jalan-jalan. “Sebagai bentuk penghormatan,” katanya.

/2/
Malam-malam Mas Penyair berjalan-jalan di taman-taman kota. Bersiul-siul sekadarnya meski sering dipanggil waria yang mangkal dengan penuh pesona. “Hutang dulu juga tak apa-apa, Mas Penyair!” Mas Penyair senyum-senyum saja sembari berkata, “Lain kali saja, sajak-sajak juga buru-buru memanggil saya. Maaf ya!”

/3/
Mas Penyair juga berjalan-jalan di trotoar kota. Baginya segala yang berpijar-pijar di depan mata akan selalu bernama bintang. Namun anggapan yang dimiliki oleh Mas Penyair itu entah sejak kapan pula menghilang. Dan Mas Penyair juga tidak perlu lagi repot-repot membikin tangga yang rencananya digunakan untuk menggapai bintang di langit karena cita-cita pernah digantungkan seketika kanak di sana. Serta, tentu Mas Penyair berterima kasih sekali kepada banyak manusia yang menciptakan bintang-bintang yang dapat berjalan seenaknya sembari mengendarai kendaraan dengan klakson terdahsyatnya.

Payakumbuh, Mei 2009

Cuplikan Dongeng

|

Taman Puteri Malu

/1/
Pangeran tak juga datang seperti yang diduga Puteri. Dan Sang Puteri pun mengurung diri di puri: menanam duri untuk Pangeran mengerti betapa menusuknya terkurung sepi. Tetapi Pangeran tak dapat menemui Puteri. Sebab Sang Puteri memagar puri dengan duri, memagar sepi berkali-kali.

/2/
Sang Puteri mewarnai hidup dengan rindu. Menunggu Pangeran dan menuntaskan kasih asmaranya bersama angin, hujan—yang membuatnya malu ketika disentuh. Lalu Sang Puteri lekas-lekas mengatup diri—sampai terkikis rasa perih—karena angin dan hujan tertusuk duri ketika menyentuh Sang Puteri.

Angin dan hujan membiarkan dirinya tertusuk berkali-kali, sebab kasih asmara Sang Puteri akan malu-malu mengatup diri ketika kerinduannya disentuh.



Hujan

Dan selendang Sang Puteri diterbangkan angin ke Bumi. Namun Sang Pangeran selalu menunggu Puteri di puri. Menunggu kabarnya rindu, kabar malu, kini ranum dibuahi waktu. Kerajaan langit turut berduka kepada Sang Puteri. Duka tak turun ke bumi, tak dapat bertemu Pangeran di puri.

Sang Puteri pun menangis disebabkan rindu, lalu kerajaan langit menurunkan tangis Sang Puteri untuk jatuh di puri. Pertanda—Pangeran dapat memahami dan mencari selendang Sang Puteri. Tetapi Sang Pangeran sudah terlanjur mencintai hujan, mencintai airmata Sang Puteri tanpa tahu ada kisah yang terkubur bersama jatuhnya—seperti basahnya.



Embun

Sang Puteri pun turun ke Bumi: mendekap erat di urat daun, dan menebar dingin yang ranum. Namun Pangeran tak mengenali Sang Puteri yang sembunyi.
Dengan sepenuh rindu yang menyetubuhi, Sang Rindu pun membiarkan tubuh Sang Puteri menjadi embun. Pangeran tak juga tahu apa yang mendekap di urat daun,
lalu Sang Malu menguapkan embun ke panasnya penungguan (ke unggun?).



Hutan Bambu

Namun Pangeran telah tersesat di hutan bambu. Sambil menahan ngilu di atas batu, Pangeran menebang sebatang bambu untuk suling penawar rindu. Sang Puteri tak juga jenuh menunggu—menunggu sesaknya malu, sesaknya waktu yang memburu.

Janji Pangeran pun sudah lewat dari hari ketujuh. Lalu Sang Puteri mendendangkan rindu—tanpa mengetahui alunannya berasal dari suling Pangeran—yang membuat tangis burung malam berhenti sebab tak jadi ke Bulan. Seperti tujuh lubang di suling bambu, pertanda tujuh sesal yang membunuh.



Sang Puteri dengan Ikan-ikan

Akhirnya Sang Puteri menemukan Pangeran di sebalik batu-batu. Menuntaskan rindu yang dikutuk seperti batu, seperti malu yang bercipratan teramat gagu. Ada mata air yang membersit di tubuh-batu Pangeran, mata air yang mengalir dari airmata kutukan:
Menunggu ampunan yang dikubur ibu di perut ikan. Namun ikan telah bersarang di sebalik tubuh-batu Pangeran, di sebalik batu kerinduan.



Capung-capung dalam Tubuh Sang Puteri dan Pangeran

Namun Sang Puteri dan Pangeran memilih capung jadi kutukan. Dan Pangeran pun diam menunggu Sang Puteri menutur kisahnya. Lalu Sang Waktu menumbuhkan sayap di kedua lengan Pangeran dan Sang Puteri. Sebab rindu keduanya sudah lama mematung di pintu waktu, maka Pangeran dan Sang Puteri pun terbang guna saling mengungkap hasrat, karena waktu tak pernah bicara pada rindu yang gagu.


Payakumbuh,Oktober 2006--2009

susastra.net --an independent initiative of digital archive of Indonesian literature

|

Oleh Lily Yulianti Farid

Teman-teman penulis dan pencinta sastra,

saya ingin memperkenalkan Dr. Stephen Donovan, dosen tamu FIB UI yang sedang mempersiapkan arsip multimedia sastra Indonesia, www.susastra.net. Untuk tahap awal, setiap orang yang tertarik terlibat dapat meminjamkan buku, majalah, jurnal, manuskrip untuk dijadikan e-book (tentu dengan pengurusan hakcipta bagi karya yang hakciptanya masih berlaku). Untuk rancangan awal, pengarsipan dibagi dalam karya klasik, karya kontemporer, jurnal, esai sastra. Diharapkannya juga setiap buku dapat dilengkapi "scholarly apparatus" (peta, kritik/review/resensi atas karya tsb, latar belakang sejarah, foto, dll)

teman-teman yang memiliki buku dan tertarik mendigitalkan bukunya, bisa menjadi kontributor untuk inisiatif ini. situs ini sekaligus menjadi database penulis dengan memberi ruang penayangan biografi, foto, komunitas sastra yang diasuh, dll.

Stephen akan mulai melakukan scanning buku pada bulan September dan mendedikasikan waktunya untuk pengelolaan pusat arsip ini selama 5 tahun ke depan, termasuk segala pembiayaan terkait pengelolaan tersebut.

Bila ada pertanyaan terkait inisiatif ini, jangan segan menghubungi saya (lily@panyingkul.com) atau langsung ke Stephen (stephen.donovan@gmail.com
)

juga mohon bantuannya menyebarluaskan inisiatif ini.

terimakasih.

salam,
Ly

*****

SUSASTRA is a digital archive of Indonesian literature, intended for students and teachers in Indonesia and overseas. It will showcase classic works of literature, important contemporary writings, and works of particular cultural or aesthetic value, particularly visually spectacular works.

When it is launched in December 2009, SUSASTRA will be advertising-free, open-access, and maintained for at least 5 years in the first instance. Its archive will contain high-quality colour facsimiles of the pages of books, magazines, comics, and other suitable texts in Bahasa Indonesia. Online users will be able to “turn the pages” and also “zoom in” for a detailed view. Where possible, users will be able to download a full PDF file of the text in question.

In addition, SUSASTRA will contain scholarly apparatus such as biographies, historical background, suggestions for further reading, photographs, maps, critical essays, etc. Where possible, materials for the scholarly apparatus will be available in English as well as Bahasa Indonesia, the site’s main language. Their target audience should be university students and specialists. All project contributors will be fully credited on a special page with a biographical paragraph, CV, and photo. Contributors will keep copyright of all material that they submit to the scholarly apparatus. All of the literary texts will be either in the public domain or used with the copyright-owner’s permission. SUSASTRA does not own anything. Dr Stephen Donovan will be responsible for administering the site only.

If you would like to be involved, please complete the following in as much detail as possible and send it to my email address. Scanning work will begin in September, and the final deadline for the critical apparatus will be 1 November.

If you have any questions, please drop me a line.



Stephen Donovan
Visiting Lecturer, Dept of English, University of Indonesia, 2009

donovan.stephen@gmail.com
0878 8172 4766 hp


*****

Name _________________________________________________________________


Institution ______________________________________________________________


Email & hp _____________________________________________________________

1. What text(s) would you like to be made available on SUSASTRA.net? Note that although there is no page limit, some large or fragile items may not be suitable for scanning. If the text was published after 1959, you may need to get permission from the author or copyright holder: Indonesia’s Copyright Act of 2002 decrees that copyright extends for 50 years from the author’s death, and copyright for an anonymous work is held by the publisher or the state for 50 years from its date of publication.


_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________



2. Where is the text physically located? Can you arrange for me to bring my scanner and scan its pages?

_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________


3. What scholarly apparatus would you like to contribute for this text?

_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________


_______________________________________________________________________
Read more...

Kolam

|

Saksi

|

1. Penyair Ook Nugroho

Mungkin saja kau butuh ruang: mencari teduh buat keluh untuk saling ketemu dalam ngilu dan gigil pada setiap celahnya. Namun pintu itu selalu saja seperti melawanmu mati-matian ketika kau membukanya. Padahal kau tak ingin bermusuhan, hanya saja sekedar mengintip siapa gerangan yang disekap di dalam ruang. Tetapi sunyi acap melahirkan bunyi yang tak pernah mati sampai menemani pada hari kaumati. Dan kau pun mencari siapa saya yang ada entah di mana. Mungkin di antara kesiur angin, tapi kau tak cukup yakin. Yang tak dapat dilacak pada sajak, tak ada dalam bahasa, ataupun dalam kamus yang kubaca. Tetapi lewat lubang kata, celah sempit tersembunyi rahasia. Tempat kau meraba gerak segala isyarat alam semesta yang bagai tak sengaja kautulis di ujung baris puisi. Namun salib kata itu selalu setia kaupanggul seperti Isa, yang telah kauhasratkan bulat, membiarkan rindu
menyesahmu di puncak baris.

Tetapi tikaman lembut pada lambungmu telah merampungkan ziarah oleh waktu.
Dan waktu adalah bapakmu, pun ruang adalah ibumu yang konon mereka bertemu
di simpang lengang dan melahirkan kau sebagai bebuah waktu yang tak tentu melanglang dalam tawanan ruang.

2. Penyair Gunawan Maryanto

Tumpukan batu yang memanggilmu membuat perkara itu tak pernah selesai. Mengapa pula selamat jalan yang kau ucapkan? Padahal mereka selalu saja menunggumu sejak berabad yang lalu. Tapi arca asu Rakai Kayuwangi
mirip benar denganmu, seperti lelaki yang datang setelah seribu tahun kematiannya
dan menghancurkan seluruh rumahnya. Namun kau kembali datang setelah seluruh hal, seluruh ihwal, majal, dan cinta yang gagal untuk meninggalkan sumur yang kering dan tak dalam. Kau pun membelah sawah dengan berlari sedikit sakit,
sekali jatuh ke parit, namun dia menyelam dan diam dalam kedalaman. Yang tak pernah kau tahu bahwa dia mengingatmu, merasa kehadiranmu akan sesuatu. Tetapi kini orang-orang datang memohon gambar pohon, dan kau jatuh cinta sekali lagi
pada ranting keringnya, pada keras dan getasnya, pada padang pasir yang mereka bebat dengan kain di tempat terbuka.

Namun hanya jamur dalam sumur, dan andesit sakit berupa hijau tua yang tak menunjukkan apa-apa. Tetapi jatuh cintamu sekeras penolakkanmu pada ranting dan padang pasir, pada keras dan rapuh, pada angina yang menghadirkan bau tubuhnya.
Seperti masa lalu, kau pun mirip pemijit buta yang dapat mencengkram bahu. Tetapi itu hanya perkara lama dan tak pernah selesai. Ataupun sebelum seluruhnya lahir dan berakhir, kau telah mencium harum bayi yang meruap dari pori-pori kulitnya. Lalu kau pun memutuskan untuk menjauh supaya tak ada yang celaka.
Sebab kesepianmu belum usai yang dapat mengancam dan berbahaya.
3. Penyair Hasan Aspahani

Bagimu, puisi pertama adalah tangis Hawa, dan linangan air mata kasihnya pun berjatuhan di negeri surga. Bertumbuhkan jadi melati, mawar, ataupun kenanga yang dikenang Bapa Adam saat malam pertamanya diusir Tuhan ke dunia yang tak sempat menikmati nafsu di surga. Namun, berhari-hari hanya bermuram diam. Bunda Hawa pun memetiki pucuk-pucuk rindu dan mengunyah-ngunyah daun penyesalannya. Sesuatu daun yang berasal dari sebatang kuldi pohon pernah dililit ular yang dulu memperdaya Bunda Hawa. Kuldi pohon segera mati setelah buah pertamanya dipetik Bapa Adam. Sisik-sisiknya menjadi daun pedas yang kini disebut sirih. Bunda Hawa sempat memetiknya beberapa lembar sebelum ia menjejakkan kaki di dunia dan menanamnya sebagai isyarat perih dan sesal. Bunda Hawa pun mengunyah daun itu
untuk pengusir mual yang dikarenakan sesal teramat dalam. Tapi itulah tangis pertama yang menyendukan malam, yang kelak dipersembahkan Bunda Hawa
kepada Bapa Adam seorang. Sebagai tanda pahitnya rindu yang selalu bertahan diam.
Namun kini kau menyuruhku menyiapkan tubuh untuk dapat kau wawancarai. Tentang tanya soal waktu apakah dapat menipu rindu di mataku. Tetapi kau belum menemukan waktu di tubuhku, dan tak dapat pula memahami hakikat waktu. Maka kau pun memotretku sebagai siasat untuk dapat mengelabui usia. Tetapi kau lebih sering terpedaya oleh waktu. Kau pun ragu. Masihkah ada yang belum tertutupi oleh dusta. Kau kecewa. Sebab aku pun diam-diam mencuri potretmu ketika kau mempersiapkan dusta di depan kacaku.


Payakumbuh, Oktober 2006--2009

Telimpuh

|

Debu

|

Kamu diciptakan dari saya.
Tetapi, mengapa kamu selalu membuang saya?
Yang membawa saya ke dalam rumahmu kan juga kamu.
Kenapa kamu membuang saya lagi ke luar rumahmu?

Meski kamu diciptakan dari saya,
tetapi kehadiran saya bukankah mengganggu kamu?
Mengapa kamu yang diciptakan dari saya
dapat memberi penyakit kepadamu?
Bukankah kita juga sesama debu?
Mengapa debu memberi penyakit kepada debu?

Kamu diciptakan dari saya,
apa mungkin kamu akan berperilaku seperti saya?
Saya kan tidak berharga,
atau kamu dianggap durhaka jika meniru-niru saya.

Setiap saya datang ke rumahmu,
kamu selalu membuang saya.
Apa kamu marah karena keegoan saya—
sebab, saya telah membuatmu ada di dunia?

Saya telah membuat kotor tempatmu.
Tetapi di mana pula janji-Nya bahwa kita makluk mulia?
Bukankah kehadiran saya hanya untuk penyakit?
Menyita waktu kamu hanya untuk membuang saya,
Bukankah membuang saya berarti membuang dirimu juga?

Ular di Mangkuk Nabi

|

Sajak Bola Lampu

|

Saya ingin bertemu denganmu, mengapa berkait bola lampu?
Saya tidak ingat pertemuan, hanya mengenang bola lampu.
Memang bola lampu telah mempertemukan saya denganmu.
Tetapi, mengapa harus bola lampu?

Petang ini saya sudah bertemu denganmu,
ketika membeli bola lampu.
Saya acap bertemu denganmu,
ketika membawa bola lampu.
Apa kaitannya pertemuan dengan bola lampu?
Jika nampak bola lampu, saya teringat denganmu.

Semalam saya kesal karena bola lampu;
kamu menangis juga sebab bola lampu.
Mengapa masalah saya denganmu hanya bola lampu?

Di kamar saya ada bola lampu,
bola lampu menampik sanggahan saya tentang bola lampu.
Katanya, “Jangan persalahkan saya!”

Bola lampu terus merasuk ke dalam tubuh saya.
Dia bawa kekasihnya, lalu berkeluarga:
Membangun rumah di tubuh saya.
Ketika saya bangun,
bola lampu telah beranak pinak di sekeliling saya.
Saya ingin membuang bola lampu semua,
mengusirnya di tubuh saya.
Namun saya jadi iba,
sebab bola lampu itu telah menjadi kenangan saya:
bagian hidup saya. Sungguh pun hanya bola lampu.

Dongeng-dongeng Tua

|

Pelajaran Mencangkul

|

Saya tidak mau sekolah. Di sekolah ada guru yang mencangkul.
Cangkul menyuruh saya menyelesaikan PR. PR saya ketinggalan.
Mengapa saya ketinggalan PR? PR seperti mencangkul kepala saya.
Saya tidak mau dicangkul. Cangkul suka pungutan.
Mengapa sekolah butuh pungutan?

Tresno sudah tiga hari tidak masuk. Tresno butuh cangkul.
Cangkul ada di sekolah. Sekolah minta cangkul. Cangkul diminta Tresno.
Tetapi Tresno dikeluarkan dari sekolah. Mengapa sekolah harus mencangkul?

Saya tidak mau pandai mencangkul. Cangkul membuat Tresno sakit.
Sakitnya seperti saat saya disuruh mencangkul.
Mengapa sekolah tak mau membuang cangkul?

Daging Akar

|

Radio Mulut

|

Radio mengeram dalam mulut. Mulut tak jadi ongkang-ongkang.
Berita lagi sibuk. Mulut jadi kepingin siul-siul.

Radio titip rindu pada mulut. Tetapi mulut lagi dilipstik.
Mulut warna strawberi. Radio jadi lupa titip rindu.
Namun mulut tak pernah lupa pada rindu.
Rindu ada dalam radio.
Radio tetap mengeram di dalam mulut.

Usaha Menjadi Sakti

|

Bulan di Mata Bulan

|

Saya melihat bulan di matamu. Bulan sedang menari.
Mengapa bulan menari di matamu?

Saya bukan untuk melihat bulan. Saya mau melihat matamu.
Tetapi bulan tak kunjung henti menari.
Mengapa kaubiarkan bulan menari di matamu?

Bulan sungguh kerasan di matamu. Matamu tak jenuh menampung bulan.
Bulan membuat saya disampingkan.
Tahukah kau, betapa rindunya saya seperti bulan?

Jantung Lebah Ratu

|

Sajak Boneka

|

Saya mencintaimu karena kau bukan boneka.
Kau mencintai saya karena suka memberimu boneka.
Dan kau bukan boneka saya.
Mengapa kau mementingkan boneka daripada saya?
Apa karena saya mirip boneka?

Peluklah boneka setiap kau merindukan saya.
Apa karena boneka dapat mengaganti kehadiran saya,
tentu saya tidak mau seperti boneka.
Tetapi, mengapa saya seperti boneka?
Apa karena saya dapat dijadikan boneka dan kau juga menyukai boneka?
Atau jangan-jangan kaulah yang ingin jadi boneka?

Maaf jika saya lebih dulu jadi boneka.
Apa karena saya suka dipeluk-peluk,
tentu kau menginginkannya juga, bukan?
Tetapi saya mencintaimu; justru karena kau bukan boneka

Pinangan Orang Ladang

|

Bunga

|

Kau menyisipkan bunga di rambutmu.
Kau makin cantik—
secantik bunga di matamu.
Tetapi saya tidak mencintai bunga.
Saya mencintaimu.
Dan kau bukanlah setangkai bunga.

Setiap melihat bunga saya selalu teringat kamu.
Mengapa saya menyukai bunga.
Apa karena bunga berkelamin wanita?

Saya tidak lagi mencintaimu.
Kau penyuka bunga.
Padahal kaulah yang selama ini kuanggap bunga.
Mengapa bunga menyukai bunga?

Pengantin Subuh

|

Bibir Anggur

|

Saya menari di bibirmu
Dan pohon anggur lekas-lekas tumbuh di situ

Telenovela meluncur di bibirmu
Saya mabuk
Dalam telenovela
Saya bukan penggalan cerita
Mengapa kau membawa saya?

Telenovela bukan anggur
Anggur di bibirmu
Mengapa kau memabukkan saya di situ?

Penunggang Kuda Negeri Malam

|

Ruang Tunggu

|

Sampai kapan menunggu?
Padahal kau selalu di situ.
Mengapa saya tak menjumpaimu?

Setiap tempat menjadi ruang tunggu.
Melahirkan sekian rindu.
Tetapi tak juga menemuimu.

Saya menunggu.
Meski kau di tubuh.
Mengapa saya tak mengenalimu?
Apa karena saya tak mengenal diri?
Toh, kau selalu di dalam saya.

Teman-temanku Dari Atap Bahasa

|

Menyelingkuhi Secangkir Kopi

|

Secangkir kopi merancang hari-hari.
Saya bukan rancangan secangkir kopi.
Mengapa saya diatur oleh secangkir kopi?
Saya hidup bukan untuk secangkir kopi.
Secangkir kopi seperti istri yang melayani.
Saya tidak ingin memperistri secangkir kopi.
Mengapa secangkir kopi seperti istri?

Istri saya suka menyuguhkan secangkir kopi.
Secangkir kopi akan selalu seperti istri.
Mengapa istri saya tidak mengetahui?
Apa istri saya menyenangi selingkuh?

Secangkir kopi menginap di kepala saya.
Saya takut mencintai secangkir kopi.
Secangkir kopi seperti belaian istri.
Saya jadi tidak enak hati—
karena lebih suka bercinta dengan secangkir kopi.
Mengapa istri saya selalu menyuguhkannya?

Perantau

|

Sejarah Anjing

|

Tidak ada sejarah. Sejarah hanya dongeng.
Dongeng seperti mulut anjing yang melahap saya.
Saya tidak hidup di mulut anjing.
Mengapa anjing sangat mempesona?

Suatu hari anjing tidak lagi di mulut saya.
Anjing lebih suka di kepala.
Kepala saya bukan anjing.
Mengapa anjing naksir kepala?

On Nothing

|

13

|

Saya tidak tahu hari apa sekarang.
Hari Minggu, Rabu atau Sabtu.
Tapi di sini tidak ada almanak, bukan?
Saya takut ada nomor 13.
Saya suka angka 27.
Nomor 20 bagus juga.
Apa tanggal 13 sudah lewat?

Jangan mengundang saya kalau ada nomor 13.
13 seperti mimpi buruk.
Mimpi buruk seperti apel dimakan hantu.
Saya suka apel tapi tidak suka hantu.
Mengapa hantu menyukai apel?
Apa karena apel seperti angka 13?
Saya takut kalau ada apel berjumlah 13.
Apa dalam apel ada hantu?
Saya tidak mau berteman dengan hantu.
Hantu suka keluyuran.
Saya tidak boleh keluyuran.
Mengapa hantu suka keluyuran?
Malam-malam saya ingin tidur.
Dalam tidur ada peri-peri yang bernyanyi.
Mengapa peri-peri suka bernyanyi?
Apa peri-peri tidak menyimpan angka 13?
Saya takut ada nomor 13 dalam lagu.
Tapi lagu-lagu semanis apel.
Apa peri-peri juga berteman dengan hantu?

Bilangan Fu

|

Sajak-sajak Kucing

|

Kucing Hitam

Saya batal berangkat.
Kucing hitam memotong jalan.
Jalan seperti gergaji.
Saya tidak butuh gergaji.
Tapi kucing hitam menggergaji jalan.
Mengapa kucing hitam melakukannya?

Semalam jalan serasa coklat.
Kelinci juga menari di sana.
Tapi kelinci tidak suka coklat.
Apa coklat dimakan kucing hitam?
Tetapi kucing hitam tidak berterus terang.
Apa karena kucing hitam pemalu?
Tetapi kucing hitam bukan peri salju.
Kucing hitam seperti nenek sihir.
Dan saya tidak akan memberi coklat kepada nenek sihir.


Kucing Kepala Hitam

Mulutmu kelewat seksi tanpa taring
Cakarmu tak akan membuat siapa pun berpaling
Sampai tak ada lagi yang dapat kaumaling


Kucing Air

Kau membuat pesona.
Pesona dalam air.
Air di dalam saya.
Saya bukan air.
Air seperti cinta.
Dan cinta tak pernah rindu kepada air.
Mengapa kau mencinta air?

Bebulan becermin air di matamu.
Matamu tak berair.
Air bermain dalam wajah.
Air wajahmu mengalir air.
Saya suka pesonamu dalam air.
Bersediakah kau tetap bermain air?

Kau makin berair!

Cinta yang Marah

|

Sajak-sajak Pusar-pusar

|

Pusar-pusar Air

Saya merindukanmu
Saya takut kepada rindu itu
Kau menyimpannya kelewat lama
Menabung tahun
Menyimpan hasrat
Mengemban rahasia

Rindumu berpusar di kepala
Berpusar di keriuhan rambut
Dan saya tidak suka kau menetap di situ
Menetap di palung kecemasan
Di balik indahnya kerinduan

Saya tak kuat menanggung takut kepada rindumu
Menanggung igau
Menangung ikan-ikan yang bersarang
Dari kelahiran rindu
Dari sesaknya aduh dan pilu

Kapan saya bertamu peluk di pusaranmu?
Musim hujan kelewat lama
Musim rindu tak pernah luka
Dan tentu ada-ada saja yang bersenandung
Meski pusaranmu semakin lebih dari waktu ke syahdu

Pusaranmu di kepala tak juga membuat kita bertemu
Meski berpusar juga di jiwa
Meski kau tak pernah di dalam saya
Atau memang karena sayalah dirimu?


Pusar-pusar Harimau

Sebelum kau
Saya sudah mengaum di jauh waktu
Di sela-sela rambutmu
Di atas leher belakang kepala itu

Jangan pernah kau menatap saya
Keningmu mempesona
Saya tidak suka terpesona oleh sebuah kening
Keningmu membuat saya tak bisa mengaum
Padahal saya kelewat rindu pada urat lehermu

Juru Masak

|

 

©2009 HALAMAN INDONESIA | Template Blue by TNB