Mata

|

Sudah lama saya kesal kepada tubuh,
sebab tubuh menggunakan saya sebagai keranjang.
Mengapa hanya saya yang dijadikan keranjang?
Apa karena saya digunakan untuk melihat?
Padahal tubuh menggunakan saya untuk melihat yang mesum.
Apa setiap tubuh begitu?
Tetapi itu haknya, dan saya tidak dapat menolak keinginan tubuh.
Mengapa saya tidak dapat menolaknya?
Padahal saya juga berada di hatinya.
Apa saya tidak dapat menggugah hati tubuh lagi?
Tetapi gugahan saya membuat tubuh menangis.
Bukankah tangisan tubuh membuat saya berair?
Mengapa tangisan tubuh membuat saya berair?
Apa karena saya juga bagian dari tubuh?
Tetapi tubuh menggunakan saya sebagai keranjang.
Bukankah keranjang untuk memuat barang?
Namun, muatannya selalu pandangan mesum.
Apakah tubuh menyukai perbuatan yang tidak senonoh?
Tetapi, mengapa harus menggunakan saya?
Apa karena hanya saya yang membuatnya melihat?
Tetapi tubuh lain telah terlanjur menyalahkan saya.
“Idiiih, mata keranjang,” katanya.


Saya tidak ingin berburuk sangka lagi kepada tubuh.
Toh, ia menggandakan saya untuk namanya.
Mengapa tubuh ingin menjadi saya?
Apa karena saya penurut, dan tubuh juga ingin seperti saya?
Padahal saya digunakan untuk melihat oleh tubuh.
Apakah tubuh yang mejadi saya juga berbuat seperti saya?
Padahal saya dikendalikan oleh tubuh,
apakah tubuh yang menjadi saya juga dikendalikan oleh tubuh lain?
Mengapa tubuh mengendalikan tubuh?
Apakah tubuh yang dikendalikan itu juga dijadikan keranjang seperti saya?
Padahal tubuh yang dikendalikan itu juga menjadikan saya sebagai keranjang.
Mengapa keranjang menjadikan saya sebagai keranjang?
Apa karena keranjang itu ingin melampiaskan sakit hatinya ?
Tetapi saya tidak ingin berburuk sangka lagi.
Atau, mungkin tubuh yang dijadikan keranjang itu ingin memuat berita melalui saya?
Apa keranjang yang menjadikan saya dikendalikan untuk mencari berita,
dan saya digunakan untuk melihat berita?
Padahal tubuh yang menjadi keranjang itu selalu menyamar dalam mencari berita.
Apakah saya dan tubuh yang menjadi keranjang itu telah menipu?
Tetapi menipu itu tidak baik.
Apakah kami telah berdosa?
Tetapi perbuatan kami karena dikendalikan oleh tubuh lain.
Bukankah tubuh yang mengendalikan kami itu juga berdosa?
Padahal perbuatan kami akan berakibat gawat jika diketahui musuh.
“Hei, kamu mata-mata ya?” tanya musuh, kan dapat mengancam nyawa.
Apakah kami boleh mencari pilihan lain?

Payakumbuh, 28 Juni 2006

0 komentar:

Posting Komentar

 

©2009 HALAMAN INDONESIA | Template Blue by TNB