Cerita Rindu di Pagi Hari

|

/1/
Sebelum bunga-bunga peragakan warna
saya masih menafsirkan mimpi semalam
Semalam bulan kelewat indah dan
saya tak meninggalkannya meski
bayang-bayang tak ingin
bermusuhan seperti jam dan waktu
hingga pintu jejakmu
mengapa rindu-malu?

Pernah juga rindu tak sampai kepadamu.
Apa karena kau tak menginginkannya atau
kau lagi tak ingin kedatangan tamu.
Saya tak ingin rindu terlunta-lunta
meski yang di kepala
tak saya harapkan agar
kau merawatnya
seperti malam yang tak saya titipkan kepadamu.
Sekarang kau tak lagi membagi rindu;
apa karena rindumu kelewat indah hingga
saya tak kuat menanggungnya?

/2/
Pagi ini surat kabar tak lagi menyuguhkan rindu.
Hanya kematian tubuh yang lama tak mencecap rindu dan
lambat-laun tak tahan dengan keasingan tubuhnya.
Tubuh menjerit-jerit di sudut ngilu
kehidupan tak menghampiri hingga
tubuh tak henti-henti
mempertanyakan
apakah ia dalam kehidupan atau
kehidupan yang membunuhnya.

Tubuh mencari rumahmu.
Menyusuri simpang-simpang dan
kau tak perlihatkan wajah.
Mengapa kau tak menyapa meski
igauan tertuju padamu?
Bukankah kau berumah di tubuh dan
mengapa tak merasakan kehadiranmu?


/3/
Embun baru saja meninggalkan daun meski
peluk dan cium teramat singkat sebab
matahari lekas-lekas menjamah karena
kuatir debu akan mengotori bening rindunya.
Lantas rindu pun meniti hari karena tak ingin
kau terpekur melambaikan salam agar
tetap merindukan detak tetesnya.

/4/
Sebuah iklan pagi hari di televisi membuka
kembali rindu kepada tubuh.
Kenangan yang bertapa
hadir dalam kemiripan
wanita di iklan.
Rindu mencangkul kisahnya
seperti dongeng
meski kuatir
apa ia
di dalam cerita atau cerita yang menulis kisahnya.

Sebuah iklan dibuka kembali oleh tubuh.
Pagi matahari yang sama namun
sebuah kisah ditulis dalam cerita berbeda dan
kenangan pun melahirkan rindu lain hingga
pagi tak pernah lagi menulis kisah
seindah cerita sepasang pengantin yang juga
tak tuntas menafsirkan mimpi semalam.

Payakumbuh, 2008

Jalan Sudirman

|

Ingatan melihatmu menari
di bangku
pojok ingatan
kau membuang luka sampai
lalu lalang kenangan tak lagi
kenal hendak menuju ke mana.

Kau mencuri bunga
di taman yang mempertemukan
cerita
bunga-bunga menunggu kau
menjamah
sudut rindunya agar
tak menjerit dalam malam dan
siang melahirkan apa saja.

Saya tak hapal
bagaimana kau menari
merangkai bunga agar
tangismu ada menemani ketika
bertemu kisah
tak tersirat guratan
seperti malam dan
siang menjerit
risaumu sumringah.

Bagaimana caramu melafaz
agar rindu tak berdesakan
rerumput mendekap
tubuhnya
dalam getar tak tahan?
Rindu mengelabat kenang
tak membedakan tempat dan
ingatan agar kau
ditemukan di jalan sudirman.

Pojok kursi tempat kau menganyam luka
ada sepasang remaja mengungkap cinta namun
buru-buru menepisnya karena
cinta tak dibingkai dalam vigura lalu
meninggalkannya meski
derit-keriut tak pernah hilang agar
luka suatu hari ada obatnya
diganti biskuit vanilla.


Saya dibunuh oleh sepotong biskuit
di bangku itu
jalan sudirman menyelamatkan saya dari
mimpi seadanya
dituntaskan tergesa-gesa meski kadaluarsa.

Payakumbuh, 2008

Kupu-kupu (Cuplikan Cerita)

|

Episode Pertama

Kedatanganmu selalu saja
mengetuk pintu hidup.
Hinggap di jendela
dan rterbang memutari rumah.

Halaman pun tak berhenti
merindukan datangmu.
“Salam untuk kekasih
yang pulang dari negeri jauh.”
Dan kau pun menjengukku:
mengembalikan usia
yang pernah
kutumpangkan di setiap simpang.

Namun, usia itu menagih
tanggungjawabku
yang telah menelantarkannya.
“Maaf, aku tak dapat lagi
membayar waktu
yang pernah kupinjam.
Usiaku tinggal sedikit.
Dan, ah…,
mengapa aku
sampai lupa menabungnya?”

Kini kaudatang,
tak lagi sudi menjadi tamu.
Hinggap di pintu,
membawa usia
yang selalu meminta
pertanggungjawabanku.

Payakumbuh, 2006



Episode Kedua

Engkau yang bernama kupu-kupu,
mengapa bersarang di batinku?
Tetapi tak apalah…,
mungkin hatiku seperti ladang bunga.

Bunga-bunga di batinku
telah layu semua.
Ah, mengapa kau
menghisapnya serakus itu?

Engkau yang bernama kupu-kupu,
mengapa tak hadir sebagai tamu?
Meyemarakkan ladang bungaku
dan menari-nari di celah kalbu?

Engkau kupu-kupu
yang tak dapat kutangkap
meski bersarang di batinku.
Tetapi, mengapa saja
kau mengelak
untuk menjadi tamu?

Payakumbuh, 2006



Episode Ketiga


Dialah yang datang
sejak berabad-abad yang lalu.
“Jangan kaubunuh,
waktu menuliskan kisahmu
di kedua sayapnya.”
Dan si Tamu membagi-bagikan sayap
kepada waktu.
“Tidak! Di sini bukan ladang bunga.
Sebab dari lamanya usia,
kami telah terbunuh karena menunggu.
Kembalilah!
Kami tak memerlukan lagi kisah itu.”
Lalu si Tamu kembali ke pintu.
“Mungkin kau butuh kisah
dalam penerimaan itu:
tempatku nginap di batinmu,
menampung keluhmu di sayapku.
Tetapi aku tak ingin melihatmu:
menunggu kisah
yang entah
keberapa kalinya kau terbunuh.”
Si Tamu pun meninggalkan pintu,
meninggalkan waktu,
yang kelak
akan datang di hari ulang tahunmu.

Payakumbuh, 2006



Episode Keempat

Setiap kali hinggap,
aku tidak membawa duka ke pintu.
“Dunia masih diwarnai pesta
—seperti sayapku,”
dan kupu-kupu tidak berhenti
untuk dapat menjadi tamu.
“Tetapi kedatanganmu
mengubah cuaca di ladangku.
Bukankah kisah itu
menyempitkan ruang
bagi bungaku
yang sedang tumbuh?”
Maka kupu-kupu pun
tak juga menginap
di belahan kalbu.
“Bagaimana kau izinkan aku
piknik di ladangmu?”
namun kupu-kupu
tetap singgah di batin itu
dan tak pernah menjadi tamu.

Payakumbuh, 2006

Tanah

|

Dari tanahkah asal-asul saya,
yang menembus kedalaman dengan akar
dan menumbuhkan batang mengejar angin?
Tetapi, mengapa batang tidak mengenali akar?

Saya telah menyerap mineral dengan akar,
namun saya tak pernah melihat akar.
Apakah saya tak boleh mengenali sejarah?

Batang saya selalu menyimpan benih api,
tetapi api membakar batang saya.
Apakah saya harus kembali menjadi tanah?

Api dalam tubuh saya tak menyembah kepada tanah.
Sungguh, saya sangat malu jika bertemu dengan-Nya.

Payakumbuh, 2006

Naga

|

(1)
Ketika kanak, pernah kau bertanya, menduga-duga,
“Sebab apa sawah-sawah dilahap banjir?”
“Semalam naga melewati sawah-sawah. Tubuhnya yang besar
menahan air. Ketika naga pergi, air masih menggenang di sawah-sawah,”
cerita entah siapa, kau tak mengenalnya. Kau pun lalu tidur, mendengkur,
melanjutkan mimpi (sesekali guntur?) bersama naga-naga.

(2)
Ketika banjir susut, bermainlah ia ke sawah-sawah. “Hei!
Ada tai naga!” katanya. Terlihatlah sebongkah entah
menggumpal kisut, di tengah sawah.

(3)
Sewaktu gempa, orang-orang akan memukul apa saja
“Kalau tak ada kaleng batu pun jadi,” kata mereka.
Selesai gempa, bertanyalah ia kepada temannya,
“Kenapa kita harus memukul-pukul?”
“Agar naga yang tidur dalam tanah tak jadi bangun,” bilang temannya.

(Sewaktu gempa) Tingtangtingtung tingtangtingtung tingtangtingtung
“Wah, di atas ada manusia kiranya,” kata naga.
Naga kembali pada tidurnya.

(4)
Mungkin Bukit Barisan itu seekor naga yang tertidur
Karena kekenyangan, ia tertidur lebih lama dari seharusnya
Maka bertumbuhanlah lumut-lumut, rumput-rumput, pohon
pohon besar. Daun-daunnya yang berguguran—menjadi tanah
menumbuhkan pohon-pohon lain.
Di rangkaian Bukit Barisan menyembul gunung-gunung
Gunung itu mungkin kepalanya, perutnya, atau ekornya
Bila ada asap dari kawah gunung, mungkin naga itu sedang kuap;
bila lahar—naga itu sedang muntah. Bila naga muntah,
tanahmu akan bergetar. Pukul sajalah apa pun
Naga sangat menyukai bunyian
Semoga bunyi-bunyian darimu membuat naga kembali lelap.


(5)
Dulu, gambar naga diukir di pintu rumah, dan ular-ular
tak lagi berani memasuki rumah. Kenapa ya? Mungkin gambar
naga di pintu rumah dianggap sungguhan oleh ular-ular itu.


Payakumbuh, 30 Maret 2006

Aneka Cerita Ayam

|

1. Ayam Kampung

Ayam itu sangat gembira karena asalnya
Sebab dia terlahir dari keturunan kampung
Ayam itu berkelamin jantan. Ayam jantan kampung
Boleh keluyuran ke mana-mana

Ayam kampung itu telah besar
Sudah pandai me-lee boy*. Kawin sana
kawin sini. “Melangsungkan keturunan,” katanya

Ayam kampung jantan itu benar-benar beruntung
Dia berbahagia sekali


2. Ayam Bangkok

Ayam bangkok jantan tidak suka keliaran
Me-lee boy juga kurang. Dia sangat suka bertarung
Kalau tidak ada lawan lebih ingin berkurung

Ayam bangkok jantan itu sangat jago
Bertarung merupakan bukti kejantanan
Makannya tidak sembarang. Badannya kekar
dan tak ada lawan


3. Ayam Hutan

Kalau ayam hutan hidup di hutan
Sejak pisah dari induknya
dia bertambah liar. Induknya juga liar
Apalagi bapaknya

Pemburu sangat suka berburu ayam hutan
Mungkin karena liar, entahlah
Mendapatkan ayam hutan sama
bagai mengalahkan Tarzan


4. Ayam Ras

Ada juga ayam yang digemari layaknya selebritis
Ayam itu sangat suka hidup di kota
Mungkin rasnya yang bagus jadi incaran pengusaha
Meski ayam itu tinggal di kota
namun sangat senang dikurung
Dikotak-kotakkan kandangnya
Diberi makan sepuasnya
Minumnya juga tersedia

Sungguh pun bukan ayam-ayam kita
Membuat senang hati melihatnya
Mungkin karena rajin bertelur
Telurnya berjejer di depan mata


5. Ayam Kate (1)

Ayam kate sangat lucu dan ng-gemesin
Tubuhnya pendek-pendek, bulu(kulit)nya putih-putih
Matanya sayu-sayu, pipinya bersemu merah
Bukan Kate Winslet** loh

Sejak ayam kate memasuki kampung
Ayam kampung jantan sangat terancam hak-haknya

Mulai saat itu ayam-ayam jantan kampung
menyatakan perang dengan ayam kate
Peperangan dimenangi ayam-ayam kampung
Maka terusirlah ayam kate dari kampung itu


6. Ayam Kate (2)

Ayam kate sangat terhina dengan kekalahannya
Maka dicanangkan oleh pemimpin negeri itu
untuk pengunggulan pembibitan
“Kemajuan dunia dapat kita raih, asalkan
keturunan kita mengalahkan bobot bangsa
ayam lainnya,” kata pemimpin ayam kate

Konon, ayam kate lebih tinggi dari ayam lainnya
Kemajuannya pesat pula
Dan menguasai bangsa ayam lainnya


Payakumbuh, 1 April 2006

*Judul lagu Jamrud.
**Aktris film Titanic.

Laba-laba

|

Tubuh saya hanya satu.
Tetapi, mengapa dikatakan dua keuntungan?
Apa karena saya loba?
Padahal saya hanya punya satu tubuh.

Meski tubuh saya satu,
saya selalu mencari keuntungan lebih dari satu.
Apa karena itu, orang menyebut saya menambah nama lagi satu?

Tubuh saya satu, mengapa dikatakan punya untung lebih dari satu?
Padahal saya memang loba.
Tetapi, di mana keuntungan saya?
Apa karena saya yang loba lalu mendapat keuntungan?
Saya hanya punya satu tubuh,
tetapi tubuh saya mengeluarkan tinja.
Apakah karena ini,
orang mengatakan saya punya dua keuntungan?
Padahal tinja ini memang untuk menjaring keuntungan.
Bukankah ini wajar?

Tubuh saya hanya satu
dan dikatakan untung lebih dari satu.
Kenapa begitu?
Apa karena saya loba?
Padahal itulah diri saya.
Apakah dilarang seperti itu?


Payakumbuh, 1 Juni 2006

Bola

|

Saya selalu dicipta bulat.
Tetapi, apakah bulat harus selalu saya?
Bulat saya juga sama dengan mereka.
Namun, mengapa mereka tidak menjadi saya?

Saya dan mereka sama-sama bulatnya.
Tetapi, mengapa kami berbeda juga?
Apa mereka tidak mau menjadi saya karena takut disepak?
Padahal itulah nasib menjadi saya.

Anggota dewan telah membulatkan kata dalam mufakatnya,
namun kata itu tidak pernah menjadi saya.
Tetapi, mengapa disepak-sepak seperti saya?
Apa karena dibuat dalam mufakat?

Saya dicipta bulat memang untuk disepak,
namun kata yang bulat itu juga disepak-sepak?
Padahal kata itu tidak pernah menjadi saya.
Apakah kata yang dibulat-bulatkan itu
memang harus disepak-sepak seperti saya?
tetapi, dia bukan saya.

Di pasar, orang memperjual-belikan saya;
pun di kantor dewan, anggota dewan membulat-bulatkan kata.
Apa kata juga bisa diperjual-belikan seperti saya?
Padahal kata tidak pernah menjadi saya.


Payakumbuh, 1 Juni 2006

Celana Itu Dipakai Juli ( Episode Kelima)

|

Romi dan Juli sangat berbahagia dengan memiliki celana; Joko dan perempuan yang bersamanya juga bahagia meski kehilangan celana. Mereka pasangan cinta sejati. Kalau Romi memakai celana, Juli pun memakai bikini; toh, kalau Joko kehilangan celana, perempuan yang bersamanya sangat mengerti sekali. Mereka pun tidak lupa berteloransi untuk mengurus burung yang di dalam celana: Mengembangbiakkannya—untuk menetaskan burung-burung yang baru.

Kini Joko telah menjadi pengusaha burung bersama perempuannya; dan Romi menggeluti perancang celana bersama Juli. Dan di saat ini, pada sebuah negeri, model celana telah berkiblat kepada model celana Juli.

paykumbuh, 2006

Celana Itu Dipakai Juli ( Episode Keempat)

|

Juli dan perempuan yang bersama Joko itu berhasil juga akan misinya. Dimana emansipasi diawali dengan bertukarnya pemakai celana. Mereka tak lagi terus-terusan memakai bikini, sebab celana telah menyatakan persamaan jender. Dan atas jasa keduanya, kini pemakai celana tak lagi dibedakan lagi antara lelaki dan wanita. Kami yang sebagai pengagum celana, ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka atas usahanya.

Payakumbuh, 2006

Celana Itu Dipakai Juli ( Episode Ketiga)

|

Perempuan yang bersama Joko itu, tidak senang hati melihat celana Joko yang hilang itu telah dimiliki Juli. Ia mempengaruhi Joko untuk menggugat celananya yang hilang itu. Tetapi Joko tidak ambil pusing. Toh, celana itu bukan miliknya lagi. Bukankah ia telah membuangnya?

Meski celana Joko telah didapatkan Romi, namun ia tidak dapat lagi menggugatnya. Perempuan yang bersama Joko itu pun sewot. “Lah, kok celananya dibiarkan saja, Mas? Apa sampean tidak merasa kehilangan? Padahal itu celana kesayangan, bukan? kata perempuan itu.
“Loh, kan sampean sendiri yang suruh buang. Untung ada yang mau ngambil, kalau ndak, bagaimana nasib celananya, coba?”
“Ia, saya kan suruh buang celana sampean karena burung yang di dalam celana itu sudah kabur entah ke mana. Masa celana begitu dibela-belain sampai burungnya tak diketahui lagi minggat .”
“Kalau burungnya minggat, nanti pulangnya kan juga ke dalam celana.”
“Loh, kok sampean mau menuruti kata-kata saya.”
“Saya kan cinta sampean. Apa salahnya membuang celana demi pengorbanan cinta. Toh, celana dapat dicari lagi, bukan?”
“Ia, membuang celana sih boleh-boleh saja, tapi mikir-mikir dulu dong! Itu kan celana termodis dan lagi trendy.”
“Tetapi celana itu bukan milik saya lagi. Tak apa, kan, kalau sampean mau menerima cinta saya meski tak ada lagi celana. Toh, cinta tidak akan pernah diukur dengan celana. Apa sampean lebih mencintai celana daripada saya?”
“Maksud saya bukan begitu loh, Mas. Saya kan tidak mau ngasih bencana kepada Mas.”
“Jadi, apa toh?”
“Begini loh, Mas. Seketika Bapa Adam memetik buah kuldi pohon untuk Bunda Hawa, mereka dihukum dengan kehilangan celana. Apakah saya penyebab hilangnya celana sampean? Tapi saya benar-benar minta maaf lho, Mas. Makanya saya ingin menggugat celana Mas yang hilang itu.”
“Celananya enggak usah digugat-gugat. Sampean kan cinta saya, apa salahnya kehilangan celana untuk mendapatkan cinta sampean”
“Nanti kalau Tuhan mengusir kita, bagaimana?”
“Tuhan kan mahapenyayang kepada ciptaan-Nya. Buktinya, kita masih pakai celana, bukan?”
“Jadi, orang-orang yang enggak pakai celana itu tidak disayang sama Tuhan ya, Mas”
“Mungkin saja kegemaran mereka memetik buah kuldi; jadi, keasyikan terus enggak pakai celana.”
“Ah, Mas bisa saja. Saya makin naksir jadinya.”

Mereka pun bahagia dan melanjutkan kencannya di kuburan. Sebab, tak ada yang lebih romantis untuk bercinta selain di kuburan. Tempat yang sepi, hening, dapat menyatukan pikiran, hati, jiwa kepada penghuni segala semesta.

Payakumbuh, 2006

Celana Itu Dipakai Juli ( Episode Kedua)

|

Keinginan Juli terpenuhi juga akhirnya, sebab Romi telah menyatakan wasiat untuk mewariskan celananya kepada Juli. Romi tidak ingin terjadi bencana karena celana itu. Tahu kan…, kalau celana itu sangat berharga? Sebab, celana itu paling modis dan sangat trendy.

Juli tak sabar lagi untuk menghadiri pesta. Dimana gengsi dan reputasi sangat ditentukan oleh celana. Juli tidak ingin lagi kalau ia tidak menjadi pusat perhatian di pesta nanti. Dan hal yang pasti, celana itu akan menaikkan reputasi.

Romi sudah mengantarkan Juli ke pesta itu, dan berbagai merk celana pun telah menghiasi acara pesta. Tetapi belum ada yang mengalahkan reputasi celana Juli. Dan ia pun semakin mencintai Romi.
Reputasi celana Juli semakin menggemparkan dari hari ke hari. Ada yang mengagumi, pun ada yang risih karena iri. Bahkan ada juga yang merayu Juli untuk sekedar mendapatkan celana miliknya itu.

Di rumah pun, Juli tak pernah berhenti kedatangan tamu. Ada yang ingin sekedar berfoto dekat celana, ada juga yang mencuri kesempatan untuk merampasnya. Tetapi Romi sangat mengetahui akan itu, atas inisiatifnya pula, Romi membuatkan etalase khusus untuk celana itu. Dimana alrm dan sekompi pengawal sewaan telah siap untuk mengamankan celana miliknya Juli.

Ketika berpergian ke luar rumah, keamanan Juli pun jadi terancam karena memakai celana itu. Pencuri bayaran selalu saja mengintainya ke mana pun. Kadang sembunyi-sembunyi di semak-semak, ngintip-ngintip, sampai terinjak ular derik. Bahkan ada juga yang menyamar dengan berbagai gaya: Pura-pura jadi pengemis, lalu ketahuan juga ketika terpesona oleh celana.
“Pura-pura jadi pengemis ya, Mas?” tanya Juli.
“Ah, enggak kok.”
“Loh, kok memelototi celana saya?”
“Kagum aja gitu.”
“Mas salah seorang pengagum celana saya, ya? Nah, ayo ngaku!”
“Maaf ya, Mbak. Sebenarnya…, ya, gitu. Mulanya mau nyuri, tapi tak sanggup aja lagi.”
“Lah, sekarang sudah lihat, kan? Bagaimana, apa mau nyuri?”
“Enggak jadi loh, Mbak. Tapi foto bareng sama celananya, boleh enggak?”
“Lah, enggak apa-apa. Sampean kan penggemar celana saya.”
Mereka pun foto bersama dengan segala aksi dan gaya. “Makasih ya, Mbak. Saya bahagia meski gagal mencuri celana,” kata pengemis palsu itu yang batal mencuri celananya.
Hari ke hari, celana Juli semakin menanjak popularitasnya. Dan konon kabarnya, “Milan dan Paris pun menjadikan celana Juli sebagai kiblat untuk model celana di musim semi ini.”
Tidak ada lebih diharapkan oleh pengagum celana selain mengangankan celana Juli. Dan itu pun bukan impian satu dua orang, tetapi sudah menjadi kerinduan setiap penggemar celana. Bahkan koran-koran terbitan pagi ini, semuanya mengupas akan kekaguman model celana itu.
Pernah pada suatu berita gosip pagi, seorang perancang mode kelas satu pun mengakui bahwa ia tidak akan mampu mencipta dan meniru model celana yang mutakhir itu. Bahkan salah seorang pelukis realis pun ketika diminta untuk melukis celana Juli, ia tidak berani mengambil resiko untuk kesempurnaan karyanya, sebab itu celana termodis, nyaman, lagi trendy.

Penggemar celana Juli telah membentuk fansclub bagi sesama pecinta celana. Dan seorang fotografer kelas kakap pun masih sangsi memastikan posisi yang pas untuk memotret celana. Jika tidak tepat sasaran, hasilnya tak akan puas—bisa-bisa penggemar celana Juli akan memprotes nanti. Terjadi huru-hara, itu kan hal yang tidak diinginkan.

Gambar celana Juli telah diperbanyak dengan berbagai aneka: Ada untuk kartu pos, perangko-perangko, dan berbagai poster lainnya.


Payakumbuh, 2006

Celana Itu Dipakai Juli ( Episode Pertama)

|

Kami ingin mengatakannya kepada Joko, bahwa “Jangan mencari celana itu lagi”; Romi telah mendapatkannya. Tolong ya…, katakan pada Joko: “Tanya saja sama Romi”.

Meski celana itu tidak ada lagi dan kami tahu celana itu sangat berarti bagi Joko, namun kami ikut sedih. Padahal untuk mendapatkannya—ia harus berkeliling kota dan masuk ke setiap toko busana.1) Celana itu benar-benar asli buatan Amerika dan yang paling pas dan pantas buat nampang di kuburan.1)
Jika bertemu Joko, ingin sekali kami menasihatinya untuk tidak lagi mencari celana itu, juga tidak mencari kubur ibunya hanya untuk menanyakan, “Ibu, kausimpan di mana celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu.”1)

Joko sangat menyukai yang menyangkut celana. Kegemarannya itu sudah tertanam sejak kanak, dan ketika sekolah ia sering disuruh menggambar celana yang bagus dan sopan, tapi tak pernah diajar melukis seluk-beluk yang di dalam celana.2) Sehingga ia tumbuh menjadi anak-anak manis yang penakut dan penurut, bahkan terhadap nasibnya sendiri.2)

Ketika keinginannya tidak dapat lagi dihentikan untuk menggambar yang di dalam celana, maka ia suka usil dan sembunyi-sembunyi membuat coretan dan gambar porno di tembok kamar mandi,2) sehinggan ia pun terbiasa menjadi orang-orang yang suka cabul terhadap diri sendiri.2)

Kenangan yang tak terlupa bagi Joko tentang celana itu adalah ketika ia pergi menemui kekasih yang menunggunya di pojok kuburan,3) dan saat itulah ia pamerkan celananya pada kekasih, “Ini asli buatan Amerika,”3) katanya. Tapi perempuan itu lebih tertarik pada yang bertengger di dalam celana. Ia sewot juga. “Buka dan buang celanamu!”3) suruh kekasih. Dilihatnya burung yang bertengger di dalam celana telah kabur entah ke mana.

Kami katakan lagi, “Celana itu sangat berarti bagi Joko,” dan konon kabarnya setelah berlayar mengelilingi bumi, Colombus pun akhirnya menemukan sebuah benua baru di dalam celana2) itu, dan kami lihat Stephen Hawking khusuk bertapa di sana.2)
Jika bertemu Joko—ingin sekali kami kami katakan—bahwa celana itu didapatkan oleh Romi. Romi menemukannya ketika ia pergi mandi. Sewaktu acara mandi berlangsung, ketika itulah Juli melepas bikininya, lalu diganti celana miliknya Romi.

Romi tidak keberatan jika celana itu dipakai oleh Juli. Meskipun itu haknya, namun kami ikut sedih jika Joko belum mengetahuinya sama sekali. Dan kami tidak dapat menggugat keputusan itu.
Semenjak Juli memakai celana Romi, kami merasa curiga kepada perempuan yang bersama Joko itu yang menyuruhnya membuang celananya. Dan suatu hal yang pasti: celana itu, mengapa dapat hilang? Tetapi untunglah Romi menemukannya. Padahal itu celana terbaik, sayang kan jika hilang. Namun kecurigaan kami semakin tumbuh sebab celana itu, mengapa dipakai oleh Juli? Apakah Juli dan perempuan yang bersama Joko itu telah bekerja sama? Tetapi, kami tidak ingin berburuk sangka sejauh itu.

Payakumbuh, 12 Mei 2006

1. larik puisi Joko Pinurbo (Celana)
2. larik puisi Joko Pinurbo (Celana 2)
3. larik puisi Joko Pinurbo (Celana 3)

Ibu

|

Suami saya sudah lama tidak pulang.
Anak-anak tambah bandel.
Apa suami saya pergi selingkuh?

Saya—pratiwi—yang memangku anak-anak.
Anak-anak saya bertengkar,
mana bapaknya tidak ada;
biar ditempeleng sekalian.

Jika si Bungsu saya pangku,
eh si Sulung ikutan ngambek.
Saya kira ia mandiri,
namun katanya, “Jangan diskriminasi dong!”

Mengurus rumah jadi susah jika tak ada suami.
Apa kewenangan saya hanya mengurus rumah?
Padahal rumah akan bertumpah darah kalau suami pergi.
Bagaimana mungkin saya melerai anak-anak,
anak-anak terlalu nakal sejak ditinggal bapaknya.

Saya—pratiwi—diberi kuasa menguasai bumi.
Suami saya: Langit.
Namun hanya melihat anak-anak bertikai di bentangan tinggi.
Apa suami saya tidak bertanggungjawab lagi?

Sejak saya dan suami pisah,
saya kerepotan atas kewenangan ini.
Anak-anak suka bertengkar,
padahal hanya beda perlakuan.

Payakumbuh, 12 Juni 2006

Hati

|

Bentuk saya selalu digambarkan dengan buah jambu.
Kenapa harus buah jambu?
Apa saya terbuat dari buah jambu
atau serasa buah jambu?

Buah jambu acap digambarkan sebagai cinta.
Mengapa cinta digambarkan buah jambu?
Apa cinta terbuat juga dari buah jambu
atau serasa buah jambu?
Tetapi, apa hubungannya cinta dengan saya?
Apakah cinta berasal dari saya?
Lalu seperti apakah saya?
Apa karena sama-sama bergambar buah jambu?

Pekerjaan saya menghasilkan empedu.
Apa cinta juga bekerja seperti saya?
Padahal kami sama-sama bergambar buah jambu.
Apakah buah jambu serasa empedu?
Kenapa kami digambar dari buah jambu?

Jika diri saya digandakan
selalu dinyatakan untuk waspada.
Apa karena saya tidak lagi bergambar buah jambu?
Tetapi, apakah cinta juga dapat digandakan seperti saya?
Namun kami akan kehilangan diri bergambar buah jambu.
Apakah gambar buah jambu itu perlu?

Monyet sangat menyukai buah jambu,
padahal kami juga bergambar buah jambu.
Apakah monyet juga menyukai kami?
Tetapi untuk apakah kami bagi monyet?
Apa hanya terpikat semata-mata oleh gambar buah jambu?
Mengapa harus begitu?

Tubuh acap mengikuti bisikan saya,
apakah saya ada karena berbisik?
Tetapi, apa hubungannya bisikan saya dengan cinta?
Apakah cinta berasal dari bisikan saya?
Namun, di mana tubuh dapat mendengar bisikan saya?
Apakah saya punya mulut untuk berbisik?
Saya terlalu suka membisiki tubuh,
mengapa tubuh menuruti bisikan saya?
Apakah saya terlalu bijaksana?
Padahal saya hanya menghasilkan empedu
dan bergambar buah jambu.
Apakah tubuh menyukai buah jambu dan empedu?
Namun, monyet hanya menyukai buah jambu.
Apakah tubuh berteman dengan monyet?
Kenapa tidak menyukai empedu?
Padahal cinta juga bergambar buah jambu.
Apakah monyet dan tubuh hanya menyukai cinta?
Tetapi, mengapa tubuh selalu mengikuti bisikan saya?
Padahal saya menghasilkan empedu.

Saya juga dikatakan nurani,
mengapa saya dikatakan begitu oleh tubuh?
Apakah tubuh selalu gelap?
Tetapi, di mana tubuh menemukan saya?
Padahal dugaan selama ini,
saya terletak yang paling dalam.
Apakah tubuh mengetahui di mana saya
karena saya acap berbisik?
Padahal saya sangat terang-benderang,
tetapi pernahkah tubuh melihat saya?
Padahal saya terletak yang paling dalam.
Tetapi mengapa tubuh menggambar saya seperti buah jambu?
Apakah itu hanya dugaan tubuh saja?
Padahal tubuh belum pernah melihat saya.
Mengapa tubuh begitu berani menggambar saya seperti buah jambu?
Apa karena saya dihubungkan dengan cinta?
Tetapi, tubuh terlalu berani membuat dugaan tentang bentuk saya.
Bukankah itu tidak bertanggungjawab
dan menyesatkan semua tubuh,
atau hanya upaya mengembangkan pengetahuan oleh tubuh?
Lalu, kenapa tubuh dapat mendengar bisikan saya?
Padahal saya terletak jauh dan dalam.
Apakah tubuh mempunyai satelit
untuk mengintai dan merekam saya?
Tetapi, tubuh belum dapat mengatakan seperti apa:
bentuk dan di mana letak saya?
Tubuh mengatakan saya acap tersakiti.
Apakah tubuh mengetahui keberadaan saya
hingga mampu menyakiti saya?
Padahal selama ini, tubuh belum mengetahui letak saya.
Bukankah itu hanya dugaan belaka?
Tetapi, saya memang acap tersakiti.
Namun, bagaimana tubuh dapat menyakiti saya?
Padahal tubuh belum mengetahui di mana saya.

Meski saya dapat tersakiti, tetapi saya dapat juga terjatuh.
Apakah letak saya selama ini selalu digantung?
Namun, mengapa saya dapat jatuh?
Apa karena saya sudah busuk
hingga jatuh dari tampuknya seperti buah jambu?
Padahal saya memang bergambar buah jambu.
Apa betul saya terbuat dari buah jambu?

Buah jambu dan saya dapat jatuh.
Apa saya jatuh karena busuk seperti buah jambu?
Padahal kejatuhan saya kegembiraan bagi tubuh.
Apa tubuh menginginkan saya jatuh?
Padahal buah jambu jatuh dikarenakan busuk.
Apa jatuh saya ada ulatnya jika busuk?
Padahal buah jambu selalu ada ulatnya jika busuk.
Apa mungkin kebusukan saya ada ulatnya jika jatuh?
Padahal kejatuhan saya selalu ditunggu-tunggu oleh tubuh.
Tetapi, tidakkah hancur jika jatuh?
Padahal kehancuran saya tidak diharapkan bagi tubuh.


Payakumbuh, 3 Juni 2006

Mata

|

Sudah lama saya kesal kepada tubuh,
sebab tubuh menggunakan saya sebagai keranjang.
Mengapa hanya saya yang dijadikan keranjang?
Apa karena saya digunakan untuk melihat?
Padahal tubuh menggunakan saya untuk melihat yang mesum.
Apa setiap tubuh begitu?
Tetapi itu haknya, dan saya tidak dapat menolak keinginan tubuh.
Mengapa saya tidak dapat menolaknya?
Padahal saya juga berada di hatinya.
Apa saya tidak dapat menggugah hati tubuh lagi?
Tetapi gugahan saya membuat tubuh menangis.
Bukankah tangisan tubuh membuat saya berair?
Mengapa tangisan tubuh membuat saya berair?
Apa karena saya juga bagian dari tubuh?
Tetapi tubuh menggunakan saya sebagai keranjang.
Bukankah keranjang untuk memuat barang?
Namun, muatannya selalu pandangan mesum.
Apakah tubuh menyukai perbuatan yang tidak senonoh?
Tetapi, mengapa harus menggunakan saya?
Apa karena hanya saya yang membuatnya melihat?
Tetapi tubuh lain telah terlanjur menyalahkan saya.
“Idiiih, mata keranjang,” katanya.


Saya tidak ingin berburuk sangka lagi kepada tubuh.
Toh, ia menggandakan saya untuk namanya.
Mengapa tubuh ingin menjadi saya?
Apa karena saya penurut, dan tubuh juga ingin seperti saya?
Padahal saya digunakan untuk melihat oleh tubuh.
Apakah tubuh yang mejadi saya juga berbuat seperti saya?
Padahal saya dikendalikan oleh tubuh,
apakah tubuh yang menjadi saya juga dikendalikan oleh tubuh lain?
Mengapa tubuh mengendalikan tubuh?
Apakah tubuh yang dikendalikan itu juga dijadikan keranjang seperti saya?
Padahal tubuh yang dikendalikan itu juga menjadikan saya sebagai keranjang.
Mengapa keranjang menjadikan saya sebagai keranjang?
Apa karena keranjang itu ingin melampiaskan sakit hatinya ?
Tetapi saya tidak ingin berburuk sangka lagi.
Atau, mungkin tubuh yang dijadikan keranjang itu ingin memuat berita melalui saya?
Apa keranjang yang menjadikan saya dikendalikan untuk mencari berita,
dan saya digunakan untuk melihat berita?
Padahal tubuh yang menjadi keranjang itu selalu menyamar dalam mencari berita.
Apakah saya dan tubuh yang menjadi keranjang itu telah menipu?
Tetapi menipu itu tidak baik.
Apakah kami telah berdosa?
Tetapi perbuatan kami karena dikendalikan oleh tubuh lain.
Bukankah tubuh yang mengendalikan kami itu juga berdosa?
Padahal perbuatan kami akan berakibat gawat jika diketahui musuh.
“Hei, kamu mata-mata ya?” tanya musuh, kan dapat mengancam nyawa.
Apakah kami boleh mencari pilihan lain?

Payakumbuh, 28 Juni 2006

Selimut

|

Tubuh acap membutuhkan saya ketika tidur,
mengapa tubuh memerlukan saya?
Apa tubuh kedinginan?
Padahal musuh juga bersembunyi di dalam saya.
Kenapa musuh bersembunyi di dalam saya?
Apa musuh juga kedinginan,
atau mengantuk?
Tetapi, apakah benar musuh seorang pengantuk?
Atau musuh pura-pura mengantuk
supaya dapat bersembunyi di dalam saya?
Mengapa musuh suka sembunyi di dalam saya?
Apa karena tidak ingin kelihatan oleh tubuh?
Mengapa musuh acap sembunyi
dari tubuh di dalam saya?
Apa musuh ingin mencurangi tubuh?

Saya merasa bersalah
karena membiarkan musuh bersembunyi di dalam saya.
Bukankah ia akan mencelakai tubuh?
Mengapa tubuh tidak mengetahuinya?
Apa karena musuh acap sembunyi?
Padahal tubuh dan musuh sama-sama tidur di dalam saya.
Mengapa tubuh belum mengetahuinya juga?
Apa tubuh sangat mengantuk,
hingga tidak mengetahui musuh di dalam saya?
Tetapi bagaimanapun, saya ikut bersalah kepada tubuh.
Bagaimana cara saya menyatakan ada musuh kepada tubuh?

Payakumbuh, 30 Juni 2006

Departemen Penerangan

|

Jika saya memberi penerangan,
apakah saya seperti bola lampu?
Padahal bola lampu untuk menerangi kegelapan.
Apakah departemen lain acap kegelapan?
Mengapa tidak pakai bola lampu?
Padahal saya dan bola lampu digunakan untuk penerangan.
Apakah kehadiran saya memang dibutuhkan
walau telah ada bola lampu?
Mengapa tidak pakai bola lampu?

Bola lampu acap digambarkan
dengan tubuh yang mendapat gagasan,
apakah bola lampu lambang kecerdasan?
Mengapa saya dihilangkan?
Bukankah saya dan bola lampu untuk penerangan?
Tetapi, apakah departeman lain tidak kegelapan?
Atau kehadiran saya telah diganti dengan bola lampu?

Payakumbuh, 11 Juli 2006

Ideologi

|

Tubuh menggunakan saya
untuk mengatur hidup orang banyak.
Mengapa saya mengikuti pikiran tubuh?
Apa karena saya diciptakan oleh tubuh
maka ia sesukanya menyuruh saya?
Padahal saya belum tentu benar diciptakan oleh tubuh.
Apa saya tidak menyesatkan banyak orang?
Padahal ini bukanlah keinginan saya.

Saya diciptakan oleh tubuh,
apa saya boleh membantah kepada tubuh?
Padahal kan ia tuhan saya.
Apa saya tidak dianggap kafir jika membantah?
Tetapi tuhan saya juga diberi petunjuk oleh Tuhannya.
Mengapa ia menanamkan saya pada sesamanya?
Bukankah tuhan saya telah ingkar kepada Tuhan?
Mengapa saya juga tidak boleh membantah kepada tuhan saya?

Saya kan diciptakan oleh satu tubuh,
mengapa tubuh lain mengikuti saya yang diciptakan oleh satu tubuh?
Apakah tubuh yang menciptakan saya
juga ingin menjadi tuhan pada sesamanya?
Padahal tuhan saya juga diciptakan oleh Tuhan.
Apa ia tidak percaya Tuhan?
Jika benar—boleh juga dong—
saya tidak percaya kepada tuhan saya.
Apa tuhan saya lebih paham dari Tuhan
dalam mengatur hidup orang banyak?
Atau hanya mencari kebanggaan saja terhadap sesamanya?
Tetapi, mengapa antara perkumpulan tubuh saling bertikai
dalam mengagung-agungkan saya dan sejenis saya?
Bukankah saya dan sejenis hanya diciptakan oleh satu tubuh?

Payakumbuh, 16 Juni 2006

Puisi (1)

|

Saya akan mati-matian diciptakan
tapi kelahiran saya akan membuat kematian tuhan.
Mengapa tuhan yang menciptakan saya harus mati?

Tuhan yang menciptakan saya
juga diciptakan oleh Tuhan.
Apakah tuhan saya telah melanggar kodrat Tuhan?
Apa mungkin ada dua tuhan?
Itukah sebabnya tuhan saya harus mati?


Payakumbuh, 28 Mei 2006

Puisi (2)

|

Saya selalu hadir dalam “saya”.
Apa kau ragu akan saya?
Kembalilah pada judul saya.
Itulah saya yang berkata.


Payakumbuh, 1 Juni 2

Puisi (3)

|

Saya lahir sebab kata;
kata menggali kedalaman kata,
kata bermain di dalam kata.
Karena kata sebagai kata,
itukah sebabnya kata berkata-kata?

Kata mempertanyakan kata di dalam saya;
kata ingin mengenal kata,
dan kata akan bermain ketika ditanya.
Bukankah ini penyebab lahirnya saya?

Payakumbuh, 14 Juni 2006

Rapat

|

Saya tidak renggang,
tetapi anggota sidang berkumpul membentuk saya.
Apa karena saya tidak mempunyai celah
maka anggota sidang berbicara di dalam saya?

Payakumbuh, 13 Juni 2006

Apel

|

Buah saya yang bundar
mengapa wajib hadir?
Apa karena saya kepala kampung?
Padahal kan banyak berbentuk bundar,
mungkin boleh juga jadi kepala kampung.
Padahal saya lebih suka naik banding.
Apa nanti tidak merepotkan warga kampung?
“Hei, kepala kampung naik banding!” tangis warga kampung.

Buah saya yang bundar dan berdaging tebal,
apa karena itu ditunjuk jadi kepala kampung?
Kalau mengandung air dan berkulit lunak, itu memang saya.
Atau karena rasa saya yang manis
dan keasam-asaman
membuat warga kampung menginginkan kehadiran saya?
Tetapi saya sedang naik banding.
Apa kehadiran saya sangat dibutuhkan?
Tetapi maaf, keputusan pengadilan tingkat pertama sangat mengecewakan.
Saya naik banding dulu!
Kapan-kapan saya hadir menyampaikan amanat.
Apa masih boleh saya jadi kepala kampung?

Payakumbuh, 13 Juni 2006

Pacar

|

Daun saya acap dicari wanita.
Apakah saya seorang lelaki?
Meski sekedar pemerah kuku,
tetapi saya acap dicari-cari.
Apakah wanita jatuh cinta kepada saya?

Mungkin saya diibaratkan lelaki oleh wanita
—lelaki yang disayanginya—
lalu menempelkan saya pada kukunya.

Hubungan saya dengan wanita
seperti cintanya pada lelakinya.
Apa benar saya seorang lelaki?

Payakumbuh, 12 Juni 2006

 

©2009 HALAMAN INDONESIA | Template Blue by TNB